LEBAK – Tahun 2025 membawa tantangan tersendiri bagi masyarakat Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Meski pembangunan terus digencarkan, kemiskinan masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan sepenuhnya.
Banyak warga, terutama di pedesaan, masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar di tengah harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik.
Di berbagai wilayah, masih banyak rumah warga yang berdinding bambu dengan lantai tanah.
Keterbatasan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan juga menjadi persoalan yang memperpanjang rantai kemiskinan.
Siti (43), seorang ibu rumah tangga di Kecamatan Muncang, mengaku kesulitan mencukupi kebutuhan sehari-hari karena penghasilannya sebagai buruh tani semakin tidak menentu.
“Dulu masih bisa beli beras 10 kg untuk sebulan, sekarang harga terus naik meskipun ada penurunan bagi kami harga itu masih tinggi, sementara pendapatan saya tetap segitu-gitu aja,” kata dia kepada Fakta Banten, Kamis (6/2/2025).
Selain itu, minimnya lapangan pekerjaan membuat banyak pemuda di Lebak memilih merantau ke kota-kota besar, meninggalkan desa mereka yang semakin sepi dari tenaga produktif.
Lonjakan harga kebutuhan pokok, seperti beras, minyak goreng, dan gas elpiji, menjadi pukulan berat bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Di sisi lain, bantuan sosial dari pemerintah dinilai belum sepenuhnya merata. Banyak warga mengaku tidak mendapatkan bantuan meski mereka masuk dalam kategori kurang mampu.
Menurut Ahmad Fadli, seorang pengamat ekonomi lokal, akar permasalahan kemiskinan di Lebak tidak hanya soal bantuan, tetapi juga keberlanjutan ekonomi masyarakat.
“Bantuan sosial memang membantu, tapi bukan solusi jangka panjang. Yang dibutuhkan adalah pemberdayaan ekonomi berbasis lokal, seperti penguatan sektor pertanian dan UMKM agar masyarakat bisa lebih mandiri,” jelasnya.
Untuk menekan angka kemiskinan, berbagai upaya harus dilakukan secara terintegrasi.
Pemerintah daerah perlu mengoptimalkan program pemberdayaan ekonomi, seperti pelatihan keterampilan dan akses permodalan bagi pelaku usaha kecil.
Selain itu, infrastruktur desa juga harus terus diperbaiki agar distribusi hasil pertanian dan barang dagangan lebih lancar.
Banyak pihak berharap bahwa tahun 2025 bukan hanya menjadi tahun penuh tantangan, tetapi juga menjadi titik balik dalam pengentasan kemiskinan di Lebak
Dengan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, optimisme masih tetap ada bahwa perubahan bisa terjadi.
“Kami tidak butuh janji, kami butuh solusi nyata,” ujar Siti dengan penuh harapan.
Apakah tahun 2025 akan membawa perubahan bagi warga Lebak? Hanya waktu yang bisa menjawab. Namun satu hal yang pasti, perjuangan mereka untuk keluar dari lingkaran kemiskinan masih terus berlanjut. (*/Sahrul).