Perjuangkan Nasib Guru PAUD, Yusril Gugat Undang-undang Guru dan Dosen

JAKARTA  – Tidak mendapat kesetaraan atas penghasilannya yang didapatkan selama ini, sebanyak 385 ribu guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 12 ribu di antaranya bertugas di DKI, akan menggugat UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen, karena bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

Pasalnya, selama ini sebagai pengajar, status dan penghasilan guru PAUD sangat berbeda dengan guru pada umumnya, bahkan hanya dibayar paling tinggi senilai Rp300 ribu perbulan.

Dengan menggandeng Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum, para guru yang tergabung dalam Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal (Himpaudi) berupaya menggugat UU yang selama ini berlaku. Mereka menilai, kerja kerasnya sebagai pengajar masih mendapat perbedaan dengan guru-guru lain yang saat ini sudah terbilang sejahtera.

Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra, yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) / Dok

Andi Rosadi (37) guru PAUD mengatakan, selama 11 tahun ia mengajar, setiap bulannya ia hanya menerima bayaran Rp 300 ribu. Uang itu didapat dari swadaya para orangtua siswa yang memberikan secara sukarela.

“Kalau nggak ada orangtua siswa yang swadaya mengumpulkan uang, ya nggak dibayar. Itu yang juga terjadi di seluruh wilayah di Kepulauan Seribu,” katanya, Selasa (18/12/2018).

Nisa mengatakan, ia sendiri selama ini memiliki ijazah S1 dari kuliahnya di jurusan pendidikan. Namun, dari hasil kuliahnya selama ini, ia menilai tak mendapat timbal balik yang memuaskan dari pendidikan yang dijalani selama ini. “Karena untuk guru PAUD sendiri masih belum mendapat perhatian dari pemerintah,” ungkapnya.

Ketua Himpaudi DKI, Yufi Natakusumah, menambahkan bahwa langkah yang dilakukan pihaknya karena di UU No. 20 tahun 2003 terdapat perbedaan.

Mengingat para pengajar seperti dirinya dikelompokkan di Paud nonformal yang selama ini mengajar di kelompok bermain, dan taman penitipan anak.

“Kami tidak diakui sebagai guru, padahal kami dibebankan untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,” paparnya.

Dari perbedaan itu, kata Yufi, pihaknya akan mengajukan uji undang-undang ke mahkamah konstitusi (MK). Menurutnya, melalui pengujian itu, bisa menjadi pintu pertama bagi pendidik Paud nonformal untuk mendapatkan haknya.

“Selama ini guru mendapat tunjangan sertifikasi, bisa diangkat sebagai PNS, dan kami tidak dapat. Ketika kewajiban guru dibebankan, kenapa di dalam haknya berbeda,” ungkapnya.

Terkait hal itu, pakar hukum tata negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pihaknya akan mengajukan yudicial review tentang undang-undang Guru pada pasal 1 angka 1, Undang-Undang Guru dan Dosen ke Mahkamah Konstitusi.

Pasalnya, definisi guru dalam UU tersebut hanya mengakui guru PAUD formal saja.

“Ketidaksetaraan hak membuat ratusan ribu guru PAUD non formal tidak mendapatkan hak yang sesuai dengan amanat undang-undang,” ujarnya.

Padahal guru PAUD sudah diakui diantaranya pada Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Sisdiknas, pasal 28 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Sisdiknas.

Menurut Yusril, bila nanti Undang-undang sudah diuji, diharapkan jadi kesamaan, sehingga tak ada diskriminasi. Proses ini sebenarnya tidak membatalkan, hanya menafsirkan bahwa ini semua harus mencangkup ke guru Paud non formal.

“Jadi ini ada UU yang bertabrakan, ini yang perlu di uji di Mahkamah Konstitusi sehingga ada kepastian hukum,” terangnya.

Ditambahkan mantan Menteri Hukum dan HAM ini, beberapa waktu lalu pihaknya juga sudah menguji peraturan menteri Pan RB tentang guru honor yang sampai saat ini tidak bisa diangkat.

Dimana ia meminta MK agar guru honorer yang diangkat sudah lama mengabdi, dan itu dinilai lebih pantas.

“Jadi cukup banyak yang kami tangani terkait guru, mudah-mudahan ada perubahan,” pungkasnya. (*/Poskota)

[socialpoll id=”2521136″]

HimpaudiProf Yusril Ihza MahendraUU Guru dan DosenYusril Ihza Mahendra
Comments (0)
Add Comment