JAKARTA – Setelah terpilih menjadi Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohamad membuat gebrakan di sisi anggaran negara. Mahathir memangkas gaji menteri di kabinetnya untuk mengurangi utang negara yang mencapai 1 triliun ringgit.
Tak tanggung-tanggung, Mahathir memangkas 10% gaji setiap menteri. Selain mengurangi utang, pemangkasan gaji juga bertujuan untuk mengurangi pembelanjaan pemerintah.
Apakah pemerintah Indonesia yang dinakhodai Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bisa meniru cara Mahathir mengurangi utang?
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan upaya yang dilakukan Mahathir bisa diadopsi pemerintah Indonesia.
“Bisa, tetapi tidak signifikan,” kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (26/5/2018).
Jumlah utang pemerintah sampai April 2018 naik menjadi Rp 4.180,61 triliun atau naik 1,06% dari posisi Maret 2018 yang sebesar Rp 4.136 triliun.
Menurut Bhima, tidak signifikannya pemotongan gaji menteri sebesar 10% karena nilainya masih cukup kecil jika dibandingkan dengan nominal pembayaran bunga utang yang mencapai Rp 220 triliun per tahun.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000, gaji pokok Presiden ditambah tunjangan jabatan, Rp 30.240.000 ditambah Rp 32.500.000 menjadi Rp 62.740.030. Wakil Presiden totalnya Rp 42.160.000 dari gaji pokok plus tunjangan, Rp 20.160.000 ditambah Rp 22.000.000.
Gaji menteri rata-rata besarannya Rp 18.648.000 yang berasal dari gaji pokok Rp 5.040.000 ditambah tunjangan Rp 13.608.000.
“Mungkin yang lebih pas untuk tambal utang ditambah juga penghematan dan tunjangan gaji eselon I dan II di semua K/L plus rasionalisasi belanja pegawai pemda. Harus gotong royong juga dari pusat dan daerah,” ungkap dia. (*/Detik)