Dirut Krakatau Steel: Konsumsi Baja Nasional Per Tahun Baru 60 Kg/Kapita

JAKARTA – PT Krakatau Steel Tbk (KS) akan menahan ekspor bajanya dan fokus memenuhi kebutuhan domestik. Selain itu untuk mendorong industri tanah air, diharapkan itu dapat membantu memperkuat nilai tukar rupiah.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, konsumsi baja di Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data yang ada, konsumsi baja di tanah air hanya 60 kilogram (kg) per kapita per tahun. Menurutnya, negara yang besar pasti mempunyai industri baja yang kuat. Misalnya saja seperti China, Amerika Serikat, Rusia, Korea Selatan dan Jepang.

Baca juga: Hipmi-Krakatau Steel Kolaborasi Majukan Industri Baja Nasional

“Untuk fokus, kami sebaiknya fokus di dalam negeri karena volume impornya masih tinggi. Impor baja itu masih sekitar 7-8 juta ton per tahun. Jika dibandingkan dengan Korea Selatan, konsumsi bajanya mencapai 1.300 kilogram per kapita per tahun. Kita masih rendah. Negara yang ekonomi kuat, pasti industri bajanya juga kuat,” ujarnya dalam acara Forum Dialog HIPMI ‘Sinergi Industri Nasional dalam Membangun Industri Baja’ pada keterangannya (27/7/2020).

Dia mengatakan, bila ingin jadi negara besar, maka industri baja harus kuat, untuk menopang pembangunan infrastruktur dan industrinya. Apalagi industri baja disebut sebagai induk dari semua industri (mother of industry). Sebab, sebagian besar industri yang ada menggunakan baja, baik itu dari automotif, elektronik, galangan kapal bahkan industri makanan.

“Industri baja diperlukan sebagai syarat untuk agar industrinya sebuah negara itu maju. Untuk itu, diperlukan sinergi antara pemerintah atau BUMN dengan swasta,” ucapnya.

Silmy menambahkan, pihaknya hanya mengalokasikan sekitar 10% dari total produksi perseroan untuk pasar global. Menurutnya, alokasi pasar ekspor tersebut hanya untuk menjaga konsumen global KS dan mengimbangi benchmark industri baja global.

Pihaknya memilih pasar domestik sebagai fokus utama dengan dasar hal tersebut dapat membantu neraca dagang industri baja nasional. Seperti diketahui, impor besi dan baja menempati urutan ketiga sebagai produk dengan nilai impor tertinggi beberapa tahun terakhir.

“Artinya, rupiah tidak ikut tertekan kalau KS bantu mengurangi impor di pasar domestik. Jadi, lebih bagus jaga pasar domestik. Dan saya juga terus terang membuka kesempatan kepada siapapun untuk bisa bersinergi dengan Krakatau Steel,” ucapnya.

Sementara, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung menilai, Krakatau Steel perlu melakukan perbaikan, baik dari segi teknologi hingga restrukturisasi perusahaan. Hal tersebut dimaksudkan agar bisnis yang tidak efisien dapat dialih teknologikan atau dicarikan kerjasama dengan pihak lain untuk memperbaharui teknologi.

“Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah disetujui DPR untuk segera dilaksanakan pemerintah dapat memiliki prospek bisnis yang lebih baik bagi Krakatau Steel,” ungkap Martin.

Di samping itu, Krakatau Steel dinilai juga perlu melakukan pembaharuan untuk dapat bersaing harga dengan produk luar negeri.

“Krakatau Steel juga harus memikirkan bagaimana persoalan pasokan bahan baku dan energi. Sebab, energi yang digunakan oleh Krakatau Steel masih mengandalkan energi listrik yang dimana Komisi VI menilai hal itu sudah tidak efisien,” tuturnya.

Selain itu, Ketua Bidang Perdagangan, Perindustrian, ESDM Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Rama Datau berharap, pemerintah bisa memproteksi dan mendukung industri baja nasional salah satunya dengan bersinergi dengan BUMN dan juga proyek-proyek pemerintah.

“Untuk proyek-proyek infrastruktur dan juga BUMN bisa diwajibkan untuk menggunakan produk-produk baja yang dihasilkan oleh industri dalam negeri. Karena kami yakin bahwa suatu negara itu akan bisa menjadi maju negerinya apabila industrinya itu maju,” pungkas Rama.

Pasalnya, lanjut Rama, industri dalam negerinya maju, artinya ada lapangan pekerjaan. Dengan adanya lapangan pekerjaan, tentu adanya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, agar suatu negara bisa menjadi maju, harus didukung industri dalam negerinya.

“Perusahaan-perusahaan importir itu tidak memiliki banyak karyawan dan tidak ada supply chain industrinya. Jadi, tentu harapan kami ke depan kita bersama-sama bisa saling mendukung dan memajukan industri dalam negeri khususnya industri baja,” imbuhnya. (*/Detik)

Comments (0)
Add Comment