Hasil Audit BPKP: BPJS Kesehatan Punya Tunggakan Rp 9,1 Triliun

JAKARTA – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyelesaikan proses audit dengan tujuan tertentu terhadap BPJS Kesehatan. Hasil audit pun telah dilaporan kepada Komisi IX DPR RI.

Pelaporan hasil audit itu dibahas Komisi IX bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Wakil Menkeu Mardiasmo, Kepala BPKP Ardan Adiperdana, Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris dan pejabat lainnya.

Salah satu hasil audit BPKP terhadap Aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan Tahap I dan II menemukan adanya gagal bayar oleh BPJS Kesehatan sebesar Rp 9,1 triliun di 2018. Berikut berita selengkapnya.

1. BPKP Temukan BPJS Kesehatan Nunggak Rp 9,1 Triliun

Kepala BPKP Ardan Adiperdana menjelaskan, pihaknya telah mengaudit berdasarkan 208 juta peserta yang terbagi dalam 6 segmen kepesertaan.

“Menyatakan bahwa masih ada 27,4 juta yang pelayanannya perlu ditingkatkan,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Menurut hasil audit BPKP total kewajiban BPJS Kesehatan di 2018 mencapai Rp 19,41 triliun. Sekitar Rp 10,29 triliun telah diselesaikan termasuk dari bantuan pemerintah.

“Dan posisi gagal bayar sampai 31 Desember adalah sebesar Rp 9,1 triliun,” tambahnya.

Gagal bayar atau defisit itu menurut Ardan lantaran adanya ketidakseimbangan antara besaran iuran dan pelayanan yang didapatkan peserta.

Ketidak seimbangan itu terjadi di beberapa segmen peserta seperti segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Bukan Pekerja (BP), dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

2. 10 Juta Peserta BPJS Kesehatan Pakai NIK Ganda

BPKP juga menemukan 27,4 juta data peserta perlu diperbaiki proses identifikasinya. Dia mencatat ada 17,17 juta peserta yang pencatatan nomor NIK tidak lengkap

“Ada 17,17 juta NIKnya tidak lengkap 16 digit. Lalu 0,4 juta NIK berisi campuran alfa numerik,” kata Ardan.

Menariknya, BPKP menemukan ada 10 juta lebih peserta yang menggunakan NIK ganda. Itu artinya 1 NIK digunakan untuk lebih dari 1 orang peserta.

“Fasilitas kesehatannya masih belum terisi, kemudian 0,3 juta nama kita tidak berisi spesial karakter,” tambahnya.

Tak hanya itu, BPKP juga menemukan kejanggalan dari sisi kepesertaan karyawan. Ardan mencatat ada 528 ribu lebih karyawan yang ternyata belum dilaporkan oleh pemberi kerja sehingga ada potensi tambahan penerimaan akibat hal tersebut.

“Lalu 2.348 badan usaha yang melaporkan penghasilannya lebih rendah dibanding yang seharusnya. Sehingga menambah potensi pengeluaran,” tambahnya.

3. Sri Mulyani Ogah Talangi Semua Tunggakan BPJS Kesehatan

Komisi IX pun mempertanyakan bagaimana Kementerian Keuangan menyelesaikan masalah gagal bayar tersebut. Kebetulan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga ikut dalam rapat Komisi IX yang membahas hasil audit BPKP tersebut.

Menjawab pertanyaan itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa Bendahara Negara berkenan untuk membantu gagal bayar BPJS Kesehatan. Tapi ada syaratnya, dia tak ingin Kemenkeu jadi pihak pertama yang membayarnya.

Sri Mulyani mengaku keberatan jika dana gagal bayar Rp 9,1 triliun dibebankan ke Kemenkeu seluruhnya. “Kan sekarang paling mudah datang ke Kemenkeu, enggak dong. Bukan berarti kami tidak addres. Kami keberatan jadi pembayar pertama,” ujarnya di ruang rapat Komisi IX, DPR, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Untuk membayar Rp 9,1 triliun, Sri Mulyani meminta seluruh pemangku kepentingan terkait juga harus ikut bertanggungjawab. Dia meminta pihak BPJS Kesehatan hingga Kementerian Kesehatan ikut berkontribusi dalam penyelesaian masalah tersebut.

“Kami akan melihat dari rekomendasi BPKP kami minta BPJS Kesehatan action bagaimana mereka agar bisa kurangi Rp 9,1 triliun yang memang under control dari BPJS dan ada yang di bawah Kemenkes. Kita harap Menkes ikut bantu. Mungkin juga bagaimana bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan,” tututnya.

Sri Mulyani berharap BPJS Kesehatan bisa bekerja keras dan mencari cara untuk meningkatkan kolektabilitas terhadap iuran yang tertagih. Selain itu masalah fraud juga diharapkan bisa diatasi.

Tak hanya itu, menurutnya BPJS Kesehatan dan Kemenkes bisa memanfaatkan dana kapitasi yang tidak digunakan untuk mengurangi gagal bayar tersebut. Pemerintah mengidentifikasi dana kapitasi yang tidak terpakai di 2018 mencapai Rp 2,5 triliun.

“Itu bisa dipakai. Itu hanya butuh revisi Permenkes Nomor 21 tahun 2016 (tentang Penggunaan Dana Kapitasi). Bu Menkes sudah dibahas. Kalau pelaksanaan membutuhkan kami untuk intersep kami akan lakukan,” tambahnya.

Jika BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan hingga Kemenkes sudah ikut berusaha membantu gagal bayar Rp 9,1 triliun, Sri Mulyani janji akan ikut bantu membayar kekurangannya.

“Kalau sudah sesuai action plan baru akan kita tambah lagi dengan APBN,” tegasnya. (*/Detik)

BPJS KesehatanBPKP
Comments (0)
Add Comment