JAKARTA – Indonesia masuk peringkat ketiga sebagai negara terkorup di Asia, menurut survei lembaga Transparency International. Survei dilakukan sejak Juni hingga September 2020 terhadap 20.000 responden di 17 negara Asia.
Menurut peneliti kebijakan publik dari lembaga Political and Public Policy Studies Jerry Massie hal itu terjadi lantaran sejumlah sebab.
Pertama, lemahnya hukuman. Kedua, aturan terkait penanganan korupsi berubah-ubah. Ketiga, sistem sudah mengakar di partai lantaran dijalankannya sistem mahar politik.
Era Presiden Joko Widodo, sejumlah menteri ditangkap KPK, seperti; Idrus Marham, Imam Nahrawi, dan baru-baru ini Edhy Prabowo.
“Bagaimana mungkin jika UU Tindak Pidana Korupsi 31 Tahun 1999 dan Nomor 20 Tahun 2001 terus dipreteli dan juga hukuman kerap diringankan?” kata Jerry kepada wartawan, Rabu (2/12/2020).
Jerry menyebut program asimilasi dan pengurangan hukuman atau remisi sebagai kebijakan ajaib.
“Coba saja, diterapkan model perampasan kekayaan dengan kata lain memiskinkan para koruptor atau penerapan hukuman mati, tak ada remisi baru keluarganya tak bisa masuk pemerintahan,” kata dia.
“Baru koruptor akan jera. Selama hukuman masih ringan dan kebijakan lemah serta berubah-ubah maka jangan mimpi indeks persepsi korupsi kita akan menjadi baik,” lanjutnya.
Sejauh ini, sudah 300 kepala daerah ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi dan terbaru Walikota Cimahi.
“Saya heran di tengah pandemi masih sempat-sempat lagi korupsi. Untuk itu perekrutan kepala daerah jangan mantan napi koruptor. Maling sangat sulit bertobat, pembunuh lebih cepat bertobat,” ujarnya.
“Moral Mahkamah Konstitusi saya pertanyakan saat mereka membolehkan koruptor ikut pilkada. Saya sudah ke sejumlah negara, saya tak menjumpai para koruptor bisa jadi pejabat,” tuturnya.
Menurut Jerry seharusnya MK menolak. UU Partai Politik Nomor 2 Tahun 2008 dan Nomor 2 Tahun 2011 perlu juga direvisi yang mana para koruptor tak bisa dicalonkan mulai kepala daerah sampai presiden.
“Jadi negara sebetulnya yang turun tangan. Saya prediksi bisa peringkat 1 di Asia tahun 2021 atau tahun 2022,” bebernya.
“Kasus gratifikasi dan suap sangat menonjol di negeri ini. Kalau mau bersih indikatornya sederhana cari pemimpin yang jujur dan juga bukan manusia serakah serta freedom from financial,” katanya.
“Negeri ini, semua bisa dibikin fiktif mulai SPPD sampai mami (makan minum). Persoalannya, birokrasi dan korporasi kerap bersekongkol yang disebut kleptokrasi,” ujarnya.
Tingkat penyuapan di India mencapai 39 persen, di Kamboja 37 persen, dan di Indonesia 30 persen.
“Indonesia perlu belajar dari Vietnam, Korea Utara, dan Taiwan, bahkan China dimana sejak hukuman mati bagi koruptor diberlakukan maka tingkat korupsi mereka turun jauh,” tutupnya. (*/Suara)