JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan kenaikan biaya jemaah haji tahun 2023 dengan asumsi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) mencapai Rp 98.893.909. Nilainya naik sekitar Rp514.000 dibanding tahun 2022.
Rinciannya, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang dibebankan kepada jemaah mencapai Rp 69.193.733 atau 70 persen.
Sementara itu, 30 persen lainnya adalah subsidi dari nilai manfaat pengelolaan dana haji sebesar Rp 29.700.175.
Dengan komposisi tersebut, BIPIH yang harus dibayar calon jemaah naik Rp 30 juta/jemaah dibanding tahun lalu. Pada tahun 2022, BPIH yang dibayarkan oleh jemaah haji hanya sebesar Rp 39,8 juta.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, nilai tersebut diambil dalam rangka keseimbangan dan keadilan antara beban jemaah dan keberlangsungan dana nilai manfaat BPIH ke depannya.
Yaqut menilai, pemerintah harus mencari formula bagaimana cara untuk menjaga prinsip istitha’ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya.
“Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini juga telah melalui proses kajian,” ujar Yaqut dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Biaya kenaikan haji sulit dihindari
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan, rancangan biaya yang diusulkan Menag tampaknya dalam rangka melakukan rasionalisasi keberlangsungan dan kesehatan keuangan.
Sebab, selama ini, subsidi ke BPIH terlalu besar dan cenderung tidak sehat. Adapun subsidi BPIH ditopang dari subsidi yang dananya berasal dari imbal hasil kelolaan keuangan haji.
Di sisi lain, ia beranggapan, baiknya biaya haji adalah konsekuensi yang sulit dihindari, terutama jika pembandingnya dengan menggunakan acuan biaya sebelum pandemi di tahun 2019.
Sebab, ada kebaikan berbagai komponen kebutuhan baik di Indonesia maupun di Arab Saudi, seperti biaya angkutan udara karena harga avtur naik, biaya hotel, pemondokan, transportasi darat, katering, alat kesehatan, obat-obatan dan sebagainya.
“Belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut. Kenaikan biaya haji ini sulit dihindari karena dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan,” ucap dia.
Tradisinya subsidi jemaah yang berangkat
Mustolih Siradj juga menyebut, uang hasil dari kelolaan dana haji dari jemaah tunggu yang mencapai Rp 160 triliun seharusnya menjadi hak dari jemaah haji tunggu (waiting list).
Saat ini, jumlah jemaah haji tunggu mencapai sekitar 5 juta orang, selaku pemilik dana (shohibul maal).
Namun, selama ini, tradisinya justru diberikan untuk mensubsidi jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan sampai 100 persen.
Pada saat yang sama, biaya setoran awal calon jemah haji belum mengalami kenaikan, setidaknya selama dua dekade belakangan. Menurut dia, biaya tersebut masih di angka Rp 25 juta per jemaah.
Situasi ini tentu berpengaruh pada keuangan haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Kendati begitu, Mustolih berharap usulan kenaikan biaya haji masih bisa diturunkan dengan melakukan efesiensi. Caranya bisa dengan menyisir berbagai komponen biaya yang bisa dipangkas, tanpa mengurangi dan berdampak pada kualitas pelayanan penyelenggaraan haji.
“Ini memang harus mulai dikoreksi dan dibenahi,” kata dia.
Biaya haji tahun lalu
Mengacu pada biaya haji tahun lalu, komisi VIII DPR RI dan pemerintah menyepakati BPIH sebesar Rp 81.747.844,04, dengan komponen BIPIH atau biaya yang ditanggung jemaah Rp 39.886.009.
Catatannya, jumlah subsidi dari dana manfaat yang dikelola BPKH terlalu besar, yakni mencapai juta sekitar Rp 60 juta per jemaah.
Kenaikan ini bukan tanpa alasan. Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim mengungkapkan, Arab Saudi menaikkan biaya Masyair (kegiatan haji di Arafah, Mina dan Muzdalifah) secara mendadak.
Kenaikannya cukup signifikan, yaitu mencapai Rp 22,6 juta/jemaah dari sekitar Rp 6 juta, sehingga total biaya haji per jamaah naik menjadi hampir Rp 99 juta.
Kenaikan biaya ini diumumkan Arab Saudi sekitar seminggu sebelum kloter pertama jamaah haji Indonesia terbang.
Oleh karena itu, tidak ada lagi kesempatan bagi Pemerintah untuk melakukan penyesuaian biaya haji yang harus ditanggung oleh jamaah.
“Maka, mau tidak mau, akhirnya penggunaan dana manfaat yang dikelola BPKH naik drastis agar jemaah haji 2022 tetap bisa berangkat,” ucap Luqman.
Kendati begitu, Luqman menilai, hendaknya biaya haji tahun 2023 yang dibebankan kepada jemaah tak boleh melebihi Rp 55 juta. Ia merasa angka Rp 55 juta merupakan batas psikologis kenaikan biaya haji.
“Ke depannya, secara bertahap, tiap tahun setoran jamaah dinaikkan untuk mencapai angka ideal 70 persen, 30 persen antara biaya yang ditanggung jemaah dan (subsidi) nilai manfaat dari BPKH,” ujar dia dalam keterangannya. (*/Kompas)