Jakarta – Persaudaraan Alumni (PA) 212 menegaskan tidak ada pembahasan politik dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. PA 212 yang diwakili Tim 11 hanya membicarakan masalah kriminalisasi ulama.
“Pertemuan kami tidak ada pembicaraan dukung mendukung dan lain sebagainya. Pertemuan kami hanya khusus membicarakan masalah ketidakadilan kriminalisasi yang dialami para ulama, habaib dan tokoh-tokoh umat Islam,” kata Ketua Umum GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak dalam jumpa pers di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (25/4/2018).
Yusuf Martak lantas menyinggung pertemuan para ulama dengan Presiden Jokowi beberapa bulan lalu. Saat itu, Jokowi, menurut dia, menginstruksikan Menko Polhukam guna menindaklanjuti permasalahan terkait dugaan kriminalisasi ulama.
“Namun setelah berjalannya waktu 9 bulan, tidak ada kasus-kasus menimpa ulama bisa diselesaikan dengan baik. Sedangkan laporan laporan penistaan terhadap para ulama para habaib bahkan kitab suci umat Islam tidak satu pun mendapat proses akurat, bahkan cenderung di olor-olor,” sambungnya.
Dia membandingkan tindak lanjut atas laporan terhadap terduga penista agama yang menurutnya tidak serius ditangani. Persoalan-persoalan ini yang disampaikan langsung kepada Jokowi dalam pertemuan hari Minggu (22/4).
Dalam jumpa pers yang digelar Tim 11 PA 212 di Restoran Larazetta, Tebet, Jakarta Selatan. Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Tim 11 Alumni 212 Misbahul Anam, Ketua PA 212 Slamet Maarif, Sekretaris Tim 11 Muhammad al-Khaththath, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Yusuf Muhammad Martak, Abdul Rasyid AS, Muhammad Husni Thamrin, dan Muhammad Nur Sukma.
Ada 7 poin yang disampaikan Misbahul Anam dalam konferensi pers tersebut. Berikut tujuh poin tersebut:
1. Pertemuan tersebut adalah pertemuan yang bersifat tertutup dan tidak dipublikasikan, dan tidak ada wartawan Istana yang menyaksikan.
2. Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyampaikan informasi akurat terkait dengan kasus-kasus kriminalisasi para ulama dan aktivis 212.
3. Pertemuan tersebut diharapkan agar Presiden mengambil kebijakan menghentikan kriminalisasi ulama dan aktivis 212 dan mengembalikan hak-hak para ulama dan aktivis 212 korban kriminalisasi sebagai warga negara.
4. Para ulama dari Tim 11 yang hadir telah menyampaikan berbagai harapan dan penjelasan terkait masalah kriminalisasi ulama dan aktivis 212, secara lugas dan apa adanya, walaupun tetap dengan acara yang santun sebagai tugas amar makruf nahi mungkar kepada Presiden, bahkan termasuk dalam kategori yang disebut dalam hadis Nabi SAW:
“Ketahuilah, jihad yang paling utama adalah mengatakan kata-kata yang benar yang di depan penguasa yang jair.” (Musnad Ahmad Juz 17/228)
5. Menyesalkan bocornya foto dan berita tersebut yang ditengarai adanya pihak ketiga yang ingin mengadu domba antara Presiden dan ulama serta umat Islam.
6. Meminta Istana mengusut tuntas bocornya foto dan berita tersebut sebagai kelalaian aparat Istana yang tidak menjaga rahasia Negara.
7. Para ulama dan aktivis 212 yang bertemu dengan Presiden tetap istiqomah dalam perjuangan membela kebenaran dan keadilan, serta melaksanakan amar makruf nahi mungkar, dan tetap mendesak Presiden untuk segera menghentikan kebijakan kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis 212.
Sebelumnya, pertemuan Jokowi dengan PA 212 terungkap dari sebuah foto yang diterima detikcom, Selasa (24/4). Jokowi terlihat berada di salah satu ruangan masjid.
Di foto tersebut, Jokowi memakai kemeja lengan panjang berwarna putih, celana panjang, dan peci warna hitam. Pin presiden tersemat di bagian dada kiri kemeja putihnya. (*/Detik)