JAKARTA – Calon Presiden Joko Widodo didampingi calon wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam pemaparan visi misi di debat perdana menawarkan optimisme dan masa depan Indonesia yang berkeadilan.
“Kami menawarkan optimisme dan masa depan Indonesia yang berkeadilan,” urai Jokowi mengawali visi misinya dalam debat di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, (17/1/2019).
Jokowi menjelaskan, untuk menuju negara maju dan demokratis diawali dengan komitmen penegakan hukum. Semua warga negara mempunyai hak yang sama. Seperti akses terhadap lahan, pendidikan, kesehatan dan akses permodalan.
“Semakin maju, semakin demokratis, dan modern sebuah negara maka penegakan hukum dan HAM akan semakin baik. Bukan hanya hak sipil dan hak politik yang penting tetapi pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Jokowi sempat menyinggung kasus HAM masa lalu yang belum tuntas hingga kini. Ada beberapa kendala penyelesaian seperti kompleksitas hukum, pembuktian dan waktu. Namun ia berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
Jokowi juga menjanjikan akan terus memperbaiki reformasi sistem hukum dan lembaga.
“Melalui reformasi sistem kelembagaan dan penguatan sistem manajemen hukum dan budaya taat hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” tegas Jokowi.
Dalam visi misi itu, Jokowi menegaskan akan memperkuat peran dan fungai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan saling bersinegi dengan kepolisian dan kejaksaan.
Jokowi Lebih Konkret
Sementara itu, pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, mengatakan, pasangan Jokowi-Amin juga dinilai menyodorkan gagasan baru terkait dengan penanganan berbagai persoalan hukum yang masih terjadi.
Ia menyebut gagasan capres nomor urut 01 Joko Widodo soal lembaga pusat legislasi untuk menyelaraskan berbagai aturan perundang-undangan merupakan hal yang baru.
“Pada segmen kedua, program kedua paslon terkait perbaikan sistem hukum terlihat berbeda. Jokowi menggagas sebuah badan bernama pusat legislasi nasional agar tidak terjadi tumpang-tindih peraturan. Ini merupakan gagasan yang baru karena selama Jokowi memerintah, lembaga itu belum ada,” ujar Said Salahudin.
Said mengapresiasi rencana pembentukan lembaga itu oleh Jokowi. Hal itu, tambah Said, menjadi menarik untuk didalami karena Jokowi menyatakan penyusunan perda nantinya perlu dikoordinasikan ke lembaga baru itu.
Dalam debat bertema hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan terorisme, kedua pasangan mengemukakan visi-misi masing-masing dan saling bertanya serta saling menjawab. Akan tetapi, baik dalam paparan visi-misi maupun pertanyaan, pasangan Jokowi-Amin dinilai lebih berbasis pada data serta lebih tajam.
Hal senada disampaikan pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Mudzakir. Dalam kaitan visi-misi soal pemberantasan korupsi, menurut Mudzaki, pasangan Jokowi-Amin lebih deskriptif dalam memaparkan rencana membangun sistem budaya anti korupsi.
Mudzakir melanjutkan, faktanya, selama 4 tahun memimpin Indonesia, Jokowi, tercatat menghasilkan berbagai terobosan kebijakan anti korupsi.
“Sebut saja, pembentukan Tim Saber Pungli, Inpres Pencegahan Korupsi, penolakan untuk mempermudah remisi koruptor,” urainya.
Selain itu, Jokowi juga telah mengeluarkan Perpres Pencegahan Korupsi, pelaporan korupsi yang diberi bonus Rp200 juta, dan Perpres tentang beneficial owner untuk mencegah pencucian uang di korporasi.
“Ada komitmen dan berbagai kebijakan terlihat ingin membangun sistem. Saya pikir itu jalan yang harus dilakukan karena dengan sistem yang bisa membuat tidak ada peluang untuk pungli atau korupsi,” tukas Mudzakir. (*/Red)