Ketum GPII: Agama Bukan Jadi Alat Penghantam untuk Cederai Lawan Politik

JAKARTA – Dimanakah reposisi Islam dalam politik hari ini?Di sebelah kiri atau kanan? Apakah politik hanya sebuah seni berkompromi ketimbang menjadi alat perubahan peradaban?

Hal tersebut merupakan bahasan di dalam diskusi dengan tema “Masih Relevankah Politik Agama?” yang diselenggarakan Koprs Mahasiswa Gerakan Pemuda Islam Indonesia (Kopma GPII) dan Brigade GPII di Resto Kampung Kite, Sabtu (20/1/2018).

Lembaga yang menjadi supporting sistem pengkaderan GPII tersebut lagi-lagi menunjukkan eksistensinya dalam mengawal setiap momentum perubahan negara ini.

“Tahun ini adalah tahun politik. Untuk itu acara ini adalah starting point gerakan kita mengawal momentum Pilkada tahun ini,” kata Ketua Umum Kopma M. Husni Hasan.

Tak ayal sejumlah pembicara berskala nasional dihadirkan dalam acara tersebut. Antara lain Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, Eko Sulistyo; Ketua Solidaritas Alumni 212 NKRI, Fahri Lubis; Tokoh Betawi, Mujahidin; dan Ketua Umum Pimpinan Pusat GPII, Masri Ikoni.

Dalam acara yang dimoderatori aktivis HMI Awaludin, banyak menyinggung mengenai agama dalam konstelasi politik saat ini. Terbukti Agama seringkali menjadi komoditas yang “laris dijual” untuk melegitimasi gerakan politik suatu pihak.

Menurut Eko, tema politik dan agama sangat penting untuk didiskusikan. Untuk itu Eko mengapresiasi acara tersebut.

“Acara ini cukup strategis. Terlebih dalam momentum kontestasi politik yang sebentar lagi akan digelar di Indonesia (Pilkada),” tuturnya.

Pria yang juga penulis ini mempertanyakan, apakah partai berbasis agama dapat mengawal perubahan di negara ini khususnya dalam pembangunan masyarakat?

”Disitulah peran tokoh agama dan tokoh pemuda menjadi sangat penting,” ungkap Eko.

Senada dengan Eko, Ketum PP GPII Masri Ikoni juga memaparkan bahwa politik adalah berbicara mengenai rakyat dan negara. Otomatis keduanya memiliki pola relasi yang kuat.

“Konteks politik hari ini bagaimana politik menjadi alat membangun negara, framing bahwa politik adalah seni berkompromi sudah selesai. Maka siapa yang menang ya kita harap dapat membangun negara ini. Jangan justru menggerogoti negara,” tutur pria asal Sulut ini.

Terkait dengan isu agama yang mungkin bakal banyak dimainkan dalam pesta politik lokal tahun ini ini, Masri menegaskan agar menggunakan isu agama secara positif.

“Agama harus menjadi spirit utama para tokoh-tokoh politik dan bukan menjadi alat penghantam untuk mencederai satu sama lain,” pungkasnya.

Selesai acara dilakukan penyerahan plakat penghargaan kepada masing-masing narasumber. Penyerahan plakat tersebut salah satunya dilakukan oleh Komandan Brigade GPII, Robbi Yustiadi. (*/Red)

GPIITahun Politik
Comments (0)
Add Comment