JAKARTA – Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Abdullah Mahmud Hendropriyono, mengunjungi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) untuk membahas situasi pasca Pemilu 2019. Hendropriyono khawatir akan adanya kudeta yang dilakukan oleh sipil.
Menurut Hendropriyono, apabila elite yang ada saat ini terus memprovokasi masyarakat, maka bukan tak mungkin kudeta sipil akan terjadi. Pasalnya, masyarakat hanya mengikuti apa yang disampaikan oleh para pemimpin, terutama tokoh agama.
Oleh sebab itu, Hendropriyono mengingatkan kepada para warga negara Indonesia (WNI) keturunan Arab yang dihormati masyarakat untuk tidak menjadi provokator. Pasalnya, masyarakat cenderung akan mengikuti apa saja yang dikatakan oleh tokoh yang dikagumi.
“Saya ingin memperingatkan bangsa Indonesia, WNI keturunan Arab, supaya sebagai elite yang dihormati masyarakat cobalah mengendalikan diri. Jangan menjadi provokator, jangan memprovokasi rakyat,” jelas Hendropriyono di Kantor Lemhanas Jakarta Pusat pada Senin (6/5/2019).
“Rakyat kita, apa yang dikatakan orang yang dikagumi, mereka mengikut saja, dan bisa tersesat karenanya, itu yang ingin saya ingatkan.”
Menurut Hendropriyono, WNI keturunan Arab memiliki posisi yang dimuliakan di tengah masyarakat. Sehingga mereka diharap dapat mengayomi masyarakat Indonesia dan tidak melontarkan hal yang dapat memicu perpecahan.
“Saya ingatkan, karena di dusun, di desa, masyarakat kita kalau ada orang Arab pidato, bicara semua cium tangan. Kalau China tidak ada yang cium tangan di kampung-kampung,” ungkap Hendropriyono.
“Artinya masyarakat keturunan Arab WNI tahu posisinya yang dimuliakan rakyat, dengan dimuliakannya tahulah dalam posisi yang diharapkan mengayomi. Jangan memprovokasi untuk melakukan politik jalanan, apa pun namanya lah. Tetapi itu di jalan, tidak disiplin.”
Selain itu, Hendropriyono juga sempat menyinggung nama Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq. Ia berharap agar Habib Rizieq dan WNI keturunan Arab lain dapat menjaga ucapan mereka untuk menghindari provokasi.
“Itu bisa merangkap menjadi kudeta sipil. Apa yang terjadi di Venezuela kita lihat saja itu, biasanya kudeta militer, tapi di negara demokrasi kekuatan sipil itu tidak bisa diabaikan, bisa melakukan kudeta sipil,” jelas Hendropriyono.
“Bukan cuma Habib Rizieq Shihab, tapi elite lainnya. Agar bisa menahan diri dan tidak memprovokasi”. (*/Tribun)