KPK Nestapa KPK: Dulu Air Mineral Ditolak, Kini Minta Uang Perjalanan Dinas

Dengan demikian, tidak akan ada pengeluaran ganda antara pihak yang menyelenggarakan acara dan juga KPK.

“Dalam kegiatan bersama, KPK bisa menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait, dan sebaliknya. Peraturan ini tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta,” kata Ali Fikri lewat keterangan tertulis pada Senin (9/8/2021).

Ali Fikri pun menegaskan biaya operasional bukanlah gratifikasi, dan untuk mencegah adanya konflik kepentingan, maka untuk keperluan penindakan tetap menggunakan anggaran KPK. Selain itu, ia menjamin pegawai KPK berpegang pada kode etik pegawai dengan pengawasan dari Dewan Pengawas dan Inspektorat.

Jadi Celah Minta Fasilitas
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengatakan, praktik perjalanan dinas khususnya untuk menghadiri undangan kerap digunakan sebagai dalih untuk memberikan berbagai fasilitas mulai dari memberi tiket pesawat kelas bisnis, hotel mewah, penyambutan, antar jemput.

Pemberian-pemberian itu berpotensi menimbulkan kedekatan, hutang budi, gratifikasi, dan konflik kepentingan. Pimpinan KPK sebelumnya menyadari itu dan tercermin pada sikap pegawainya. Sayangnya, kata dia, usaha Pimpinan KPK sebelumnya telah dirusak oleh Pimpinan KPK saat ini.

“Melalui Peraturan Pimpinan KPK yang baru, Firli Bahuri dan Pimpinan KPK lainnya telah membuka kontak pandora yang selama ini berguna untuk melindungi KPK dari berbagai potensi penyimpangan, dengan menggelar karpet merah pemberian fasilitas perjalanan dinas oleh pihak penyelenggara,” kata Almas lewat keterangan tertulis pada Selasa (10/8/2021).

“Hal ini akan menjadi kesempatan bagi berbagai pihak untuk mempengaruhi dan membangun kedekatan dengan pejabat atau staf KPK, baik itu pihak-pihak yang perkaranya tengah ditangani KPK ataupun tidak,” kata dia.

Almas pun menanggapi klarifikasi dari Ali Fikri. Menurutnya, kendati Ali Fikri mengatakan aturan itu tidak berlaku untuk penindakan atau acara yang diselenggarakan swasta, tapi kenyataannya itu hanya ocehan Ali Fikri seorang, pembatasan itu tidak dituangkan dalam beleid tersebut.

“Kemunduran KPK sebagai badan antikorupsi yang selama ini disegani oleh masyarakat semakin terlihat. Alih-alih berbagai peraturan itu mendorong reformasi kelembagaan, peraturan pimpinan KPK tentang perjalanan dinas menambah bobot kehancuran nilai-nilai integritas KPK,” kata dia.

Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK non-aktif Sujanarko pun membandingkan aturan baru itu dengan aturan perjalanan dinas sebelumnya, yakni Perkom 7/2012.

Menurutnya, aturan lama memiliki spirit untuk membiayai seluruh perjalanan dinas secara mandiri, hal itu tercermin dalam prinsip-prinsip perjalanan dinas, di antaranya: selektif, ketersediaan anggaran, efisiensi, tidak melewati batas pagu anggaran.

Pembiayaan di luar anggaran KPK sangat terbatas dan kondisional, bahkan pada praktiknya KPK tidak pernah menerima biaya perjalanan dinas dari anggaran instansi pemerintahan lainnya.

Menurut Sujanarko, klausul ini hanya dilakukan untuk kegiatan yang didanai oleh donor asing, kegiatan macam itu pun jarang dilakukan.

“Ini semata-mata untuk menjaga independensi KPK dan menghindari conflict of interest. Perkom yang baru justru mengharapkan dibiayai oleh panitia pengundang,” kata Sujanarko lewat keterangan tertulis pada Selasa (10/8/2021).

Menurutnya, aturan baru ini akan menimbulkan ruang abu-abu baru bagi kode etik KPK. Misalnya, bagaimana hukumnya jika pegawai KPK menerima jamuan makan di restoran atau perlakuan mewah lainnya dari pengundang.

“Akan sulit pegawai KPK menjaga kredibilitas, kewibawan, indepedensi kalau KPK datang ke daerah dijemput, dikasih uang harian, dibiayai hotel, dikasih makan dll,” kata dia.

Sujarnarko memprediksi, pasca aturan ini pemerintah-pemerintah daerah yang sebelumnya kerap menjadi mangsa KPK akan banyak mengundang pejabat KPK dan anggaran khusus untuk menjamu mereka.

Hal ini tentu akan merusak citra pegawai KPK yang selama ini dikenal sebagai sosok-sosok independen dan berintegritas.

“Peraturan Perjadin ini secara nyata akan menghancurkan branding pegawai KPK yang ‘unik’ terkait indenpedensi pegawai. Sebelum perjadin ini merusak lebih dalam ke pegawai KPK, saran saya untuk dicabut saja,” pungkas Sujanarko. (*/Tirto)

Comments (0)
Add Comment