JAKARTA – DPN Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) mengajukan gugatan atau permohonan Judisial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dengan nomor register 15/PUU-XXI/2023.
Rabu (1/3/2023) kemarin, sejumlah pemuda dan mahasiswa yang tergabung di DPN PERMAHI kembali menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi, terkait perbaikan materi dan legal standing para pemohon.
Para pemohon ini adalah koordinator tim Eliadi Hulu, Ketua Umum DPN PERMAHI Saiful Salim, Subadria Nuka, Randika Fitrah Darmawan, Meky Yadi Saputra, Andrean Saefudin, dan Salmen Jaindru Purba.
Hulu selaku Pemohon I menyampaikan dalam perbaikan terkait legal standing masing-masing pemohon, bahwa para pemohon merupakan warga desa dan kelurahan.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa diatur masa jabatan kepala desa selama 6 Tahun, dan juga periodesasi sebanyak 3 kali secara berturut-turut.
Sebagai pemohon, Hulu menilai hal itu dapat merugikan hak konstitusional warga masyarakat desa.
“Saat ini kita dapat melihat bahwa banyak kepala desa yang tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, sehingga pembangunan desa tidak optimal dan dapat mengakibatkan ketertinggalan dan keterbelakangan yang dialami oleh warga desa dan desa itu sendiri,” ujar Hulu, dikutip dari Kabarbaru
Sebelumnya, ratusan kepala desa yang tergabung dalam APDESI pada 17 Januari 2023 menggelar demo besar-besaran dengan mendatangi Kompleks Parlemen di Senayan, Jakarta.
Mereka menuntut supaya UU 6/2014 tentang Desa (UU Desa) segera direvisi, salah satu poin tuntutannya adalah masa jabatan kepala desa 9 tahun dan tanpa ada periodisasi.
Namun dalam gugatan ini, mahasiwa dari DPN PERMAHI menilai bahwa masa jabatan kades yang 6 tahun dan bisa 3 periode berdasarkan pada pasal 39 UU Desa, hal tersebut sangat tidak demokratis dan bisa melahirkan disorientasi sosial.
“Semangat demokrasi yang berdasarkan UU 1945 telah jelas mengatur tentang masa jabatan,” ungkap Hulu.
Oleh karena itu, menurut dia kepala desa juga perlu untuk dibatasi masa jabatannya sesuai dengan semangat demokrasi.
“Ini tentu sangat mempengaruhi psikologi sosial kemasyarakatan. Sehingga terjadinya masalah-masalah di desa. Mulai dari korupsi, ketimpangan sosial dan lain-lain,” tegas Hulu.
“Olehnya itu perlu adanya proses regenerasi yang ideal, agar dapat menciptakan iklim demokrasi yang baik serta dapat berlomba-lomba untuk pembangunan desa,” imbuhnya.
Sementara, Saiful Salim selaku pemohon II menyampaikan beberapa hal dalam Petitum (Permintaan).
Dia meminta MK menyatakan Pasal 39 ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai.
“Kepala Desa memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Dan yang kedua adalah Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada point’ pertama dapat menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut,” ujar Ketua Umum DPN PERMAHI ini.
Lanjut Saiful, bahwa tujuan dari Judisial Review ini adalah menciptakan Pemerintah Desa yang baik serta berkemajuan.
Oleh karena itu Masa Jabatan Kepala Desa Cukup dengan 5 Tahun dalam 1 periode, dan atau 10 tahun dalam 2 periode secara berturut-turut atau tidak berturut-turut.
Diketahui, sidang perbaikan tersebut dipimpin langsung oleh Hakim MK Daniel Yusmick Foekh, Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsi. (*/Red)