JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengungkap rencana pemerintah sedang mempersiapkan penghapusan tingkatan kelas peserta program jaminan kesehatan nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan. Sehingga, kelas 1, 2, dan 3 peserta mandiri akan berubah menjadi satu kelas yakni kelas standar.
Menurut Terawan, sistem JKN yang didasarkan pada Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) itu masih dalam proses finalisasi draf kebijakan yang ditargetkan selesai pada Desember 2020, dan akan berlaku pada 2022.
“Sebagaimana amanat Perpres Nomor 64 Tahun 2020, paket manfaat berbasis KDK direncanakan akan diberlakukan pada 2022,” kata Terawan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/11/2020).
Sebelum kebijakan itu diberlakukan pada 2022, kata dia dilakukan uji publik pada 2021, dan juga revisi payung hukumnya.
“Sambil melakukan proses revisi perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan,” ujarnya.
Mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto ini pun mengulas konsep kelas standar tersebut. Kelas standar ini terbagi menjadi 2 kelas yakni, kelas Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI. Untuk PBI, di tempat rawat inap akan disediakan maksimal 6 tempat tidur, sedangkan non-PBI hanya disediakan maksimal 4 tempat tidur.
“Kelas rawat inap standar dalam JKN dibagi dalam dua kelompok. Pertama, kelas rawat inap standar untuk peserta PBI dapat dirawat pada kamar rawat inap dengan maksimal 6 tempat tidur. Kelas rawat inap standar untuk non-PBI, kriteria ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur,” kata Terawan.
Terawan menambahkan, konsep dan kriteria kelas rawat inap standar ini telah dituangkan dalam kajian Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
“Saat ini konsep dan kriteria kelas rawat dan standar JKN telah dituangkan dalam kajian kelas rawat inap yang disusun oleh DJSN,” katanya.
Di kesempatan sama, Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni mengklaim mayoritas rumah sakit (RS) telah setuju dengan kebijakan kelas standar ini. Dia pun tidak memungkiri bahwa masih ada RS yang belum setuju karena masalah keterbatasan infrastruktur.
“Kalau kita tanyakan kenapa belum menyetujui biasanya mereka agak concern dengan kesiapan infrastrukturnya. Jadi memang kita harus lakukan pentahapan secara baik,” tuturnya. (*/Inews)