JAKARTA – Sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menceritakan bahwa tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status Aparatur Sipil Negara (ASN) di Badan Kepegawaian Negara (BKN) lebih terkait radikalisme ketimbang kebangsaan.
Beberapa pertanyaan yang diberikan pun, seperti dibenarkan salah satu pihak internal komisi antirasuah, mencakup hal-hal seperti nikah dan doa qunut.
“Iya, ada pertanyaan kayak gitu,” ujar sumber internal melalui keterangan tertulis, Selasa (4/5/2021) malam.
Pertanyaan dalam ujian bagi pegawai lembaga antirasuah ini menjadi perbincangan publik. Pasalnya, diduga ada sebanyak 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes tersebut.
Salah seorang pegawai KPK lainnya menilai TWK lebih didominasi oleh pertanyaan tentang radikalisme. Menurut dia, Front Pembela Islam (FPI) hingga Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga menjadi poin pertanyaan.
“Kemarin nuansanya 70-80 persen soal-soal itu tidak terkait dengan kebangsaan. Lebih banyak terkait dengan radikalisme,” tutur dia saat dikonfirmasi.
“Pertama, kenal Rizieq [Rizieq Shihab] enggak, terus tanggapan tentang pembubaran FPI dan HTI seperti apa. Terus LGBT, aneh juga itu. LGBT dilarang di Indonesia, terus tanggapan saudara seperti apa,” ujarnya menambahkan.
Humas BKN, Paryono, mengatakan pihaknya menggandeng sejumlah lembaga dalam pelaksanaan tes tersebut, seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Sehingga saya pun tidak punya akses untuk melihat proses mau pun hasilnya, termasuk misalnya apakah pertanyaan di sana ada, habib Rizieq, atau apa. Saya enggak tahu persis,” ujar Paryono saat dikonfirmasi.
Sebanyak 75 pegawai KPK dikabarkan tidak lolos tes wawasan kebangsaan dan terancam diberhentikan oleh pimpinan lembaga antirasuah. Kebanyakan dari mereka merupakan Ketua Satuan Tugas penyidik dan penyelidik dari unsur internal, pengurus inti Wadah Pegawai KPK hingga pegawai berprestasi lainnya.
Sebelumnya, KPK sempat diserang isu polisi Taliban vs polisi India. Hal itu merujuk kepada tudingan kubu tertentu di lembaga antirasuah yang condong pada radikalisme.
Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR, menyebut kubu Taliban merujuk pada kubu Novel Baswedan, dan polisi India merujuk pada kubu di luar Novel Baswedan. (*/CNN)