JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia menemukan fakta bahwa banyak tenaga kerja asing (TKA) ilegal yang beredar di Tanah Air. Setidaknya, penyebarannya ada di 10 kota. Komisioner Ombudsman Lely Pelitasari mengatakan, banyak di antara mereka menyalahgunakan izin.
“Sebagian kalau kami lihat temuan itu penyalahgunaan izin. Jadi katakanlah izinnya berkunjung tapi dia bekerja. Jadi yang kami lihat adalah penyimpangan dari prosedur atau regulasi yang seharusnya,” ujar Lely, di sela diskusi di Gado-Gado Boplo, Menteng Jakarta, Sabtu, 28 April 2018.
Jika selama ini pemerintah mengklaim bahwa hanya TKA yang berpendidikan tinggi alias bukan buruh kasar yang dipermudah melalui Perpres Nomor 20 Tahun 2018, namun temuan Ombudsman menemukan fakta berbeda.
“Temuan yang kami dapatkan mengarah ke sana (buruh kasar),” ujar Lely.
Tidak hanya itu, pihaknya juga menemukan ada ketimpangan pendapatan antara tenaga kerja dalam negeri dan luar negeri. Padahal, sama-sama dari buruh kasar seperti sopir.
Lely mengakui, pihaknya menemukan gaji sopir untuk TKA sebesar Rp15 juta. Sementara itu, pekerja asal Indonesia dengan keahlian yang sama, sebagai sopir, hanya Rp5 juta.
“Iya datanya seperti itu. Kami mendapatkan informasi di lapangan antara lain seperti itu. Jadi antara dua sampai tiga kali lipat dari kompetensi yang sama, dari kualifikasi yang sama dari tenaga kerja,” katanya.
Kebanyakan para TKA ilegal bergaji puluhan juta itu, adalah pekerja di sektor mineral. Yakni pekerja pada pembangunan smelter.
Awalnya, kata Lely, pihaknya menginvestigasi secara umum asal TKA. Tidak spesifik dari negara tertentu. Namun, temuan membuktikan, sebagian besar TKA ilegal dan buruh kasar bergaji puluhan juta itu, berasal dari Tiongkok.
“Sebetulnya kami tidak fokus satu itu. Tapi yang diketemukan sebagian besar dari Tiongkok,” katanya. (*/vova.co.id)