Pemilu 2024 Ditunda ke 2025, Pakar Hukum dan Pemantau Tolak Putusan Pengadilan

JAKARTA – Gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) berhasil dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

PN Jakpus pun menghukum KPU untuk menunda sisa tahapan Pemilu, dan memerintahkan KPU RI agar mengulang tahapan dari awal, hingga mengakibatkan penundaan Pemilu sampai dengan bulan Juli 2025.

Menanggapi hal itu, pakar hukum yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM), Denny Indrayana, menilai pengadilan negeri tak punya kompetensi untuk menunda Pemilu.

Menurut Denny, putusan majelis hakim PN Jakpus terkait penundaan Pemilu itu tak punya dasar.

“Tidak bisa pengadilan negeri tidak punya kompetensi untuk menunda Pemilu. Putusan-putusan yang di luar yuridiksi seperti ini, adalah putusan yang tak punya dasar, dan karenanya tidak bisa dilaksanakan,” terang Denny dikutip dari Okezone, Kamis (2/3/2023).

Penundaan Pemilu hanya bisa dilakukan apabila situasi kondisi tak memungkinkan, seperti terjadinya perang atau bencana alam.

“Itu pun harus dengan dasar yang kuat buktinya, tak bisa dengan putusan-putusan yang tidak punya yurisdiksi atau kompetensi semacam ini,” jelas Denny.

“Putusan ini harus ditolak, dan harusnya dari awal tidak dikeluarkan,” tegasnya.

Hal senada diungkapkan Anggota Dewan Penasihat Organisasi Pemantau Pemilu, Perludem, Titi Anggraini.

Dijelaskan Titi, dalam skema penegakan hukum Pemilu tidak mengenal jalur penyelesaian melalui pengadilan umum.

“Dalam skema penegakan hukum Pemilu tidak dikenal jalur penyelesaian masalah verifikasi partai politik melalui Pengadilan Negeri. UU Pemilu yaitu UU No 7 Tahun 2017 hanya mengatur bahwa penyelesaian masalah pendaftaran dan verifikasi parpol bisa dilakukan melalui Bawaslu atau Pengadilan Tata Usaha Negara,” kata Titi dikutip dari detikcom, Kamis (2/3/2023).

Titi menilai putusan PN Jakpus ini aneh, janggal, dan di luar kewajaran praktik Pemilu konstitusional.

Dia juga menegaskan putusan PN Jakpus tersebut tidak bisa dieksekusi.

“Apa yang diputuskan PN Jakpus adalah menyalahi kompetensi absolut dalam sistem keadilan pemilu (electoral justice system). Putusan ini tidak bisa dieksekusi (non-executable) karena telah menyimpangi prinsip-prinsip konstitusionalitas Pemilu,” tegasnya.

“UU Pemilu memang mengenal Pemilu susulan dan Pemilu lanjutan yang disebabkan oleh adanya kerusuhan, gangguan keamanan bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian atau seluruh tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan. Tidak ada klausul bahwa tahapan bisa ditunda karena adanya Putusan PN. Apalagi PN juga tidak punya kewenangan apapun dalam desain penegakan dan penyelesaian masalah hukum Pemilu di Indonesia,” imbuhnya.

Diketahui, gugatan perdata Partai Prima kepada KPU yang diketok putusannya pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU RI dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.

Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

Padahal menurut Partai Prima, jenis dokumen milik partainya yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.

Partai Prima juga menyebut struktur pengurus partainya dinyatakan TMS di 22 provinsi, akibat tidak telitinya KPU RI dalam melakukan verifikasi.

Akibat dari kesalahan dan ketidaktelitian KPU, Partai Prima mengaku mengalami kerugian immateriil karena tidak bisa mengikuti Pemilu, dan kerugian besar bagi anggotanya di seluruh Indonesia. Karena itu, Partai Prima pun meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.

“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” demikian bunyi putusan PN Jakpus tersebut.

Berikut putusan lengkap PN Jakpus:

Dalam Eksepsi

Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);

Dalam Pokok Perkara

1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6 .Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah)

Dalam poin lima, hakim memerintahkan tahapan pemilu diulang dari awal sejak putusan diucapkan, yaitu 2 Maret 2023 hari ini. Artinya, 2 tahun 4 bulan dan 7 hari dari hari ini adalah 9 Juli 2025. (*/Red)

KPU RIPakar Hukum Tata NegaraPartai PrimaPemantau PemiluPemilu 2024Pemilu DitundaPengadilanPilpres 2024
Comments (0)
Add Comment