Puan Maharani Sebut RUU TPKS Harus Hadir di Indonesia

 

JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menerima aspirasi dari sejumlah aktivis perempuan mengenai RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Puan menyebut masukan-masukan yang diterimanya tentu menjadi spirit tambahan untuk merampungkan RUU inisiatif DPR itu.

“Jadi harapannya adalah RUU TPKS ini nantinya dapat melindungi, memberikan rasa aman, nyaman bukan hanya buat perempuan dan anak tapi seluruh warga Indonesia,” kata Puan saat menerima audiensi dengan para tokoh pejuang hak-hak perempuan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/1/2022).

Kepada para aktivis, Puan menjelaskan perlunya kehati-hatian dalam proses penyelesaian RUU TPKS ke depan. Puan mengingatkan, mekanisme yang harus dilakukan masih cukup panjang usai RUU TPKS disahkan sebagai RUU insiatif DPR RI sehingga membutuhkan dukungan dari seluruh elemen bangsa.

“Ini harus menjadi undang-undang yang dapat membuat kita bekerja dengan nyaman dan merasa dilindungi, agar UU ini juga dapat melindungi anak hingga cicit kita. Apalagi kita perempuan, jiwa keibuan kita itu akan sangat melekat di manapun kita berada,” ucap Cucu Proklamator RI Bung Karno itu.

“Ini bukan berarti selesai karena masuk dalam RUU Inisiatif artinya Pemerintah dan DPR akan bersama-sama membahas permasalahan yang ada di DIM RUU TPKS. Kalaupun ada liku-liku dan dinamika di lapangan, kita harus tetap semangat. Nggak boleh emosional dan jangan menyerah,” tambah Puan.

Menurut Puan, masukan menjadi kekuatan dan tambahan untuk melaksanakan ini sebaik-baiknya.

“Saya meminta masukan dari luar supaya warnanya itu beragam, bisa merangkul dan mencakup semua kepentingan yang harus kita lindungi,” kata Mantan Menko PMK ini juga merasa bangga karena banyak perempuan di Indonesia yang peduli dengan nasib sesamanya.

Perjuangan kaum perempuan, kata Puan, terasa berbeda karena memiliki ikatan tersendiri.

“Ada pengalaman khas perempuan. Penderitaan kita itu dari awal sampai akhir, sampai katanya anak itu nggak bisa lepas dari ibunya. Betul, karena saya ibu 2 anak dan merasakannya,” terangnya.

DPR RI disebut akan senantiasa terbuka terhadap masukan masyarakat, termasuk dalam pembahasan RUU TPKS. Puan pun mengapresiasi masukan yang diberikan oleh para aktivis perempuan lewat audiensi hari ini.

“Saya berterimakasih karena saya berkesempatan untuk bertemu dengan semua teman-teman di sini. Ini menjadi perwakilan suara semua elemen bangsa. Ini sangat berarti bagi saya. Semoga pertemuan ini bukan pertemuan pertama tapi kita akan bertemu lagi dalam diskusi-diskusi yang lebih efektif,” lanjutnya.

Dalam kesempatan itu, para aktivis perempuan yang hadir juga memberi pujian kepada Puan Maharani yang menyatakan siap mengesahkan RUU TPKS sebagai RUU Inisiatif DPR pada 18 Januari mendatang. Hal ini mengingat RUU TPKS sudah diperjuangkan selama 7 tahun.

“Kami Menyambut baik komitmen Ibu Puan soal RUU TPKS karena RUU ini sangat spesial karena berorientasi kepada korban dan terpadu. Kami berharap bisa disahkan sebagai UU dalam waktu cepat dan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang akan disusun melibatkan akademisi dan tokoh-tokoh lain,” kata perwakilan Asosiasi Pusat Studi Wanita, Arianti Ina Restiani Hunga.

Pentingnya kehadiran RUU TPKS ini pun dinilai penting oleh Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. Apalagi berdasarkan data Komnas Perempuan, kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat.

“Kami melihat gejala laporan kekerasan seksual ini terus meningkat. Setiap 2 jam ada 3 perempuan di Indonesia yang mengalami kekerasan seksual dan itu baru yang terlapor karena banyak perempuan yang tidak melaporkan kasusnya,” ujar Andy.

Sementara itu, perwakilan dari Komnas Perempuan juga menyoroti banyaknya regulasi di daerah yang tidak berpihak kepada kaum perempuan. Hal ini lantaran Pemda terhalang karena masalah regulasi.

“Dengan kelahiran UU TPKS harapannya bisa menguatkan pemulihan korban selain soal definisi soal proses hukum dan pemidanaannya,” urai dia.

Tak hanya itu, Komnas Perempuan pun menilai pencegahan kasus-kasus kekerasan seksual masih kurang efektif. Untuk itu, Komnas Perempuan berharap agar pihak pengawas pelayanan dalam kasus-kasus kekerasan seksual dapat berdiri independen yang diakomodir melalui RUU TPKS, seperti lembaga HAM.

“Mandat lembaga HAM di Indonesia adalah sebagai peyeimbang antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Jadi mohon agar di RUU TPKS terkait pemantauan, Ibu Puan berkenan mengawal agar yang melakukan pemantauan adalah lembaga HAM, seperti Komnas Perempuan supaya ada penyeimbang di negara ini,” tutur Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor.

Untuk diketahui, pada saat menerima audiensi, turut hadir Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI) sekaligus Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka dan Anggota Komisi X DPR RI My Esti Wijayati. Sejumlah aktivis perempuan yang hadir seperti dari Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Koalisi Perempuan Indonesia, Maju Perempuan Indonesia (MPI), Badan Riset Nasional (BRIN), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), hingga perwakilan dari Universitas Diponegoro. (*/Jumri)

Comments (0)
Add Comment