Rupiah Tembus Rp 17.171 per Dolar AS, Terburuk Sejak Pandemi

 

JAKARTA– Usai masa libur Lebaran 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan pelemahan tajam yang mengejutkan pasar.

Dilansir dari Kompas.com, pada Senin (7/4/2025), kurs rupiah berdasarkan kontrak Non-Deliverable Forward (NDF) anjlok hingga menyentuh Rp 17.171 per dolar AS.

Sementara itu, data Bloomberg menunjukkan nilai tukar spot rupiah berada di kisaran Rp 16.830 per dolar AS. Ini merupakan salah satu titik terlemah yang dicapai mata uang Garuda dalam beberapa tahun terakhir.

Pelemahan rupiah tidak terjadi dalam ruang hampa. Gejolak global, terutama kekhawatiran atas ancaman resesi serta meningkatnya tensi perang dagang antara negara-negara besar, turut memperburuk tekanan terhadap mata uang di Asia, termasuk Indonesia.

Kontrak NDF-1M rupiah dibuka melemah 0,1 persen, namun terus melorot tajam hingga kehilangan 148 poin dalam hitungan jam.

Ini menjadi sinyal kuat bahwa pasar masih sangat sensitif terhadap dinamika eksternal, terlebih pasca-libur panjang di mana aktivitas ekonomi belum sepenuhnya stabil.

Yang mengkhawatirkan, level depresiasi rupiah ini kini tercatat lebih rendah dibanding masa krisis ekonomi 1998, di mana kurs menembus Rp 16.650 per dolar AS. Bahkan rekor buruk saat puncak pandemi Covid-19 pun kini dilampaui.

Lukman Leong, analis dari Doo Financial Futures, menilai tekanan terhadap rupiah kemungkinan masih akan berlanjut dalam waktu dekat.

Namun ia menekankan bahwa pelemahan ini tidak hanya dialami rupiah.

Saat ini, pelaku pasar menunggu langkah strategis dari Bank Indonesia (BI) dan pemerintah, apakah akan ada intervensi di pasar valas atau kebijakan fiskal yang bisa meredam kepanikan pasar.

Ketidakpastian geopolitik dan suku bunga global yang masih tinggi menjadi tantangan besar dalam menjaga stabilitas rupiah.

Pelemahan rupiah setelah Lebaran 2025 ini menjadi peringatan serius bagi otoritas moneter dan fiskal.

Di tengah arus globalisasi dan volatilitas ekonomi dunia, stabilitas kurs rupiah bukan hanya soal ekonomi namun juga soal kepercayaan pasar. (*/Sahrul).

Comments (0)
Add Comment