JAKARTA – Santunan dari Kementerian Sosial untuk ahli waris orang-orang yang meninggal karena Covid-19 tidak kunjung tersalurkan, padahal beberapa ahli waris mengajukan sejak pertengahan tahun 2020.
Selain itu, persyaratan seperti rekam medis dan hasil uji laboratorium disebut menyulitkan keluarga korban Covid-19 mengajukan santunan.
Kementerian Sosial irit bicara saat dikonfirmasi terkait persoalan ini. Seorang pejabat di kementerian itu bilang hambatan penyaluran santunan ini “sangat teknis”.
Suami Ary yang bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, meninggal dunia diserang Covid-19 pertengahan Maret tahun lalu.
Suami Ary mengalami gejala yang sangat persis dengan Covid-19. Hasil uji usap juga menyatakan dia positif mengidap penyakit itu. Dia pun dimakamkan dengan protokol kesehatan ketat.
Meski begitu, kata Ary, pihak rumah sakit ketika itu tidak mengeluarkan akta kematian atau hasil laboratorium yang menyebut suaminya meninggal karena Covid-19.
Hal itu kini menghambatnya menerima santunan dari Kemensos.
“Pihak Kemensos tanya ke saya bulan sekitar Juni atau Juli tahun lalu. Mereka maunya ada hasil lab bahwa suami saya kena Covid-19,” kata Ary saat dihubungi, Rabu (17/02/2021).
“Waktu itu tidak dilakukan uji lab karena kondisi suamiku sudah sangat parah, jadi tidak ada surat lab.
“Bukan masalah santunan atau nilainya, tapi mereka tidak tahu bagaimana sakitnya suamiku. Aku enggak bisa lihat jenazah suamiku, aku juga akhirnya dikucilkan, diisolasi, orang pada takut. Terus mereka berkeras harus ada hasil lab.
“Ya sudah aku ikhlas tidak terima bantuan dari Kemensos. Mungkin bukan rezekiku,” ujar Ary.
Ary berkata, hal berbeda terjadi saat dia mengurus santunan dari Kementerian Kesehatan untuk keluarga tenaga medis. Dengan advokasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ary mengaku telah menerima santunan itu akhir tahun lalu.
Santunan untuk ahli waris orang yang meninggal akibat Covid-19 sudah diumumkan ke publik sejak awal pandemi. Namun dasar hukumnya baru diterbitkan oleh Kemensos pada Juni 2020.
Aturan itu berupa surat edaran untuk para kepala dinas sosial provinsi di seluruh Indonesia. Surat itu diteken Adi Wahyono yang ketika itu menjabat Pelaksana Tugas Direktur Perlindungan Korban Bencana Sosial Kemensos.
Tujuh Syarat Santunan
Dalam surat edaran itu disebut bahwa santunan sebesar Rp15 juta akan diberikan kepada setiap ahli waris yang memenuhi persyaratan.
Terdapat tujuh syarat yang harus dipenuhi ahli waris untuk mendapatkan santunan, satu di antaranya adalah surat keterangan meninggal dari rumah sakit atau puskesmas atau kutipan akte kematian dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Ahli waris harus mengajukan permohonan santunan melalui Dinas Sosial di daerah di mana korban meninggal. Dinas Sosial ditugaskan untuk memverifikasi syarat dan mengirimkan yang lolos seleksi ke Kemensos.
Sejak pandemi berlangsung di Indonesia, setiap hari selalu muncul korban meninggal akibat Covid-19.
Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat setidaknya sudah mengirim permohonan 120 ahli waris korban Covid-19 ke Kemensos. Namun belum ada satupun yang mendapatkan santunan.
Informasi itu dikatakan Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat, Ngapuli Parangin-angin. Dia berkata, sebagian dari ahli waris bahkan telah mengajukan sejak periode awal pandemi.
“Santunan itu kan langsung dikirim ke rekening ahli waris. Kami belum dapat laporan dari ahli waris, bahkan mereka bertanya bagaimana pengajuan santunan untuk orang tua, suami atau saudara saya?” ujar Ngapuli.
“Kami tidak bisa jawab. Kami tanya ke kementerian, mereka beralasan masih diproses.
“Ada yang sudah mengajukan sejak April tahun lalu. Awal tahun ini juga ada yang mengajukan tapi kami bilang ke mereka supaya tidak terlalu berharap. Daripada kami yang dikejar-kejar,” tuturnya.
Hal serupa juga terjadi di Serang, Banten. Kepala Dinas Sosial Serang, Poppy Nopriadi, mengaku sempat merekomendasikan dua ahli waris mendapatkan santunan. Tapi hingga kini mereka belum menerimanya.
“Kami pernah dulu pernah mengajukan dua orang. Sampai sekarang belum ada realisasinya jadi kami tidak mengajukan lagi karena tidak direspons,” kata Poppy.
“Sosialisasi soal santunan ini sudah kami lakukan di awal pandemi, dalam berbagai kesempatan. Tapi akhirnya karena Kemensos tidak ada respons, kami tidak melanjutkannya,” ujar Poppy.
Program santunan untuk tenaga medis yang wafat saat menangani pasien Covid-19 pun disebut memiliki persoalan serupa.
Dinas Sosial Provinsi Banten mengaku juga sudah mengirim 141 permohonan santunan ke Kemensos. Namun hingga saat ini baru sembilan ahli waris yang menerima santunan itu.
“Kami hanya merekomendasikan saja. Dan semua yang diajukan, kami rekomendasikan ke Kemensos,” kata Plt Sekretaris Dinas Sosial Banten, Budi Darma.
“Pencairannya langsung ke rekening penerima. Kami pun biasanya malah tidak tahu kalau sudah dicairkan,” ujarnya.
Secara umum, jumlah ahli waris yang telah mengajukan santunan jauh lebih sedikit ketimbang total orang yang meninggal akibat Covid-19.
Di Banten misalnya, hingga kemarin ada 604 korban meninggal dunia, tapi baru 141 ahli waris yang mengajukan santunan.
Lantas apa jawaban Kemensos atas persoalan ini? “Penjelasannya sangat teknis,” kata Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin, Asep Sasa Purnama.
Asep meminta wartawan meminta keterangan yang lebih rinci kepada Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial, Sunarti. Namun hingga Rabu malam kemarin Sunarti tidak menanggapi pesan singkat dan telepon.
November lalu, kepada pers di Jakarta, Sunarti berkata pihaknya masih mencari metode penyaluran santunan untuk ahli waris korban Covid-19.
“Memang banyak daerah yang mengajukan santunan, namun kita masih proses telaah,” kata Sunarti seperti dilansir kantor berita Antara.
Sunarti ketika itu berkata, Kemensos membutuhkan Rp27 miliar untuk program santunan ini.
Dalam riset Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan yang diterbitkan awal Februari lalu, persoalan dalam penyaluran santunan juga mencuat, walau secara spesifik yang menyasar keluarga tenaga kesehatan yang meninggal akibat Covid-19
Mereka mengajukan sejumlah solusi agar program pemberian santunan seperti ini tidak terkatung-katung. Salah satunya, kata mereka, pemerintah harus merumuskan batas waktu penyaluran santunan.
“Agar tepat waktu dan tepat sasaran,” tulis mereka.
Hingga 17 Februari kemarin, total korban meninggal akibat Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 33.596 orang. (*/BBC)