FAKTA BANTEN – Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH Muhammad Zainul Majdi mengimbau kepada seluruh jajarannya untuk mematuhi surat Dewan Pers.
Dewan Pers mengimbau agar tak ada pemberian Tunjangan Hari Raya ( THR) kepada jurnalis karena bertentangan dengan kode etik jurnalistik.
“Saya meminta kepada pejabat provinsi pedomani yang dikeluarkan Dewan Pers, termasuk yang disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) agar tradisi memberikan amplop atau memberi THR dihentikan. Sebab mudarat jangka menengah dan panjang lebih banyak dibanding kemaslahatan,” kata Tuan Guru Bajang (TGB) sapaan akrab gubernur, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (2/6/2018).
Pernyataan Gubernur itu merujuk pada surat Dewan Pers Nomor 264/DP-K/V/2018 tentang imbauan menjelang Idul Fitri 1439 H, yang isinya mendorongan para jurnalis menjaga sikap moral dan etika demi kepercayaan publik dengan tidak meminta uang atau bingkisan hari raya.
Hal ini dipertegas surat edaran Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram nomor 18–Eks./HIM.LBR/AJI Mataram/ VI/ 2018. Isinya mengungkap hasil riset Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) tahun 2017, salah satu yang dipersoalkan para ahli adalah integritas wartawan di NTB yang dinilai masih rendah, skor 47,75.
Hal ini terkait sikap mayoritas jurnalis yang masih mentolerir pemberian amplop dari narasumber.
Menurut TGB, dengan sikap tegas instansi pemerintah tidak memberikan THR akan berkontribusi membangun pers yang selama ini dicita citakan, yakni pers yang independen, berintegritas dan selalu objektif.
Masalah amplop dan THR jelang hari raya, diakui TGB, sudah mentradisi di kalangan pemerintah daerah. Salah satu profesi yang sering dibicarakan karena disebut menerima, bahkan meminta adalah jurnalis. Hal ini menjadi riskan lantaran tak ada dasar aturannya.
Gubernur NTB dua periode ini mengapresiasi surat dari Dewan Pers, termasuk imbauan dari AJI. Ia merasa semangat menjaga integritas itu sama. Sebab ia menyadari di era keterbukaan informasi, iklim demokrasi yang bebas, perlu ada pilar pilar penjaga. Salah satu pilar itu, adalah pers berintegritas.
“Saya sebagai Gubernur mendorong pers yang berintegritas. (Sebab) itu salah satu pendorong utama dalam kami mendorong governance yang baik,” harapnya.
Perusahaan pers bertanggung jawab
Tidak hanya mengingatkan jajarannya soal larangan THR dan amplop, Gubernur secara khusus mendesak perusahaan pers berperan.
Melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), Gubernur akan mendorong perusahaan pers melaksanakan Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.
Bahkan, ia meminta Disnakertrans mengecek sejauhmana perusahaan media melaksanakan peraturan tersebut sesuai Permenaker Nomor 6 tahun 2016.
“Kalau perusahaan perusahaan pers memenuhi amanat ketenagakerjaan dan membayarkan semua hak-hak jurnalis, saya yakin itu menjadi semangat baru, menjadi benteng jurnalis dari godaan godaan (THR dan amplop),” tandasnya.
Ketua AJI Mataram Fitri Rachmawati menjelaskan, surat edaran AJI itu menjadi tradisi tahunan jelang hari raya, disampaikan kepada Gubernur, Bupati, Walikota, Ketua DPRD serta kepala instansi daerah sampai vertikal lainnya.
“AJI Mataram memandang pemberian THR oleh pejabat SKPD ini menyalahi ketentuan. Selain melanggar kode etik, karena sejatinya sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan pembayaran THR adalah kewajiban perusahaan pers kepada jurnalisnya,” jelas Fitri Rachmawati.
Sebagai bagian dari tanggungjawab untuk meningkatkan mutu kemerdekaan pers di NTB, pihaknya mengajak bersama-sama mewujudkan pers yang sehat dan berintegritas dengan tidak memberikan peluang bagi pelanggaran kode etik.
“Kami berharap seruan Gubernur agar seluruh SKPD untuk menghentikan pemberian THR dan amplop benar-benar bisa dijalankan, begitu pula kepada perusahaan pers agar memenuhi kewajiban mereka membayarkan THR para pekerjanya termasuk para jurnalis,” tutupnya. (*/Kompas)