JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat mengusut sejumlah aset milik tersangka mantan Menpora Imam Nahrawi dan tersangka mantan Aspri Menpora, Miftahul Ulum. Penetapan Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum sebagai tersangka penerima suap atau gratifikasi dinilai tidak ada hubungannya dengan kepentingan politis.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) atas nama tersangka Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum diteken Pimpinan KPK pada Rabu (28/8/2019) lalu. Setelah penetapan tersangka tersebut kemudian KPK melakukan serangkaian kegiatan di tahap penyidikan guna mengembangkan kasus Nahrawi dan Ulum.
Satu di antaranya, penyidik bersama tim Asset Tracing KPK melakukan penelusuran lebih lanjut atas aset-aset milik Nahrawi dan Ulum yang diduga berasal dari hasil penerimaan suap dan gratifikasi.
“KPK juga akan memaksimalkan penelusuran aset yang diduga milik tersangka IMR (Imam Nahrawi) dan MIU (Miftahul Ulum) untuk kepentingan pengembalian uang ke negara nantinya,” tegas Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (20/9/2019) malam.
Sebelumnya, Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum ditetapkan sebagai tersangka penerima suap atau gratifikasi dengan total Rp26,5 miliar. Uang tersebut diduga terkait dengan pengurusan dua proposal dana hibah yang diajukan oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018, penerimaan terkait Ketua Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi sebagai Menpora.
Febri melanjutkan, dalam proses penelusuran aset-aset maka KPK bekerja sama dengan lembaga/intansi lain. KPK secara lembaga juga berharap partisipasi dan bantuan dari masyarakat jika ada informasi sehubungan dengan aset yang diduga milik Nahrawi maupun Ulum yang diduga berasal dari uang hasil suap atau gratifikasi.
“Jika masyarakat memiliki informasi kepemilikan aset tersangka, silakan memberikan informasi melalui Pengaduan masyarakat di KPK atau menghubungi Call Center KPK di 198,” tegasnya.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini menuturkan dalam proses penyidikan kasus ini, KPK menduga sebagian suap terkait dengan proses pengurusan sampai dengan pencairan proposal hibah KONI yang merupakan commitment fee terkait tiga aspek.
Pertama, anggaran Fasilitasi Bantuan untuk dukungan administrasi KONI Mendukung Persiapan Asian Games 2018. Kedua, anggaran Fasilitasi Bantuan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Tenaga Keolahragaan KONI Pusat Tahun 2018.
“Bantuan pemerintah kepada KONI guna Pelaksanaan Pengawasan dan Pendampingan pada Kegiatan Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional,” ungkapnya.
Febri menambahkan, dalam proses pengembangan kasus ini juga maka penyidik telah dan akan memeriksa saksi-saksi dari berbagai unsur. Sebelumnya KPK telah mengagendakan pemeriksaan terhadap lima saksi dari unsur KONI yaitu pengurus di bidang anggaran dan keuangan
“Hari ini, Jumat 20 September, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap satu orang saksi atas nama Alverino Kurnia dari pihak swasta untuk tersangka IMR (Imam Nahrawi),” ucapnya.
Seorang sumber bidang Penindakan KPK membeberkan, sebenarnya sejak tahap penyelidikan sebelumnya tim KPK telah melakukan penelusuran aset yang diduga milik Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum yang diduga berasal dari hasil penerimaan suap atau gratifikasi. Selain itu tim KPK juga melakukan penelusuran transaksi keuangan milik Nahrawi dan Ulum dalam rekening bank. Sumber ini memastikan, sudah ada temuan aset khususnya milik Nahrawi yang bernilai miliaran rupiah.
“Ada temuan aset berupa rumah nilainya kalau ditaksir sekitar Rp5 miliar. Dugaannya ini dari hasil penerimaan gratifikasi IMR (Imam Nahrawi). Belum disita karena sedang proses tahap verifikasi,” ujar sumber tersebut. (*/Sindo)