CILEGON – Pada Sabtu sore (23/9/2017) pekan lalu, ada tamu tak biasa yang datang ke markas klub sepak bola Cilegon United. Mereka adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebanyak satu tim Komisi Antirasuah menggeledah sejumlah tempat.
Setelah selesai, mereka mengamankan uang senilai Rp352 juta dari kantor klub kebanggan masyarakat Cilegon dan sekitarnya tersebut. Aksi “obok-obok” tersebut tak lepas dari kejadian beberapa jam sebelumnya.
Yudhi Apriyanto, CEO Cilegon United, diciduk KPK saat hendak mengambil uang Rp800 juta di Bank Jabar Banten (BJB). Diduga, uang tersebut akan diberikan kepada Walikota Cilegon, Tubagus Iman Aryadi.
Dugaannya, uang lebih dari Rp1,15 milyar tersebut merupakan bagian suap yang dilakukan dua perusahaan, yakni PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) dan PT Brantas Abipraya (BA), untuk pengurusan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) proyek pembangunan Mall Transmart.
Modusnya, uang itu disalurkan untuk dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau sponsor klub yang kini bermain di Liga 2, sebelum akhirnya diberikan kepada Tb Iman. Dalam penangkapan tersebut, KPK pun mengamankan Yudhi beserta 3 orang pengurus Cilegon United.
“YA bersama tiga stafnya dan uang Rp800 juta tersebut diamankan sementara,” ucap Komisioner KPK, Basaria Pandjaitan, dikutip dari CNN Indonesia.
“Jadi ada dua kali transfer dengan total kesepakatan Rp 1,5 miliar untuk pengurusan Amdal,” terang Basaria.
Sejauh ini KPK memang tidak menetapkan para pengurus Cilegon United sebagai tersangka. Status pesakitan sematkan oleh KPK kepada Iman dan lima orang lainnya. Di antaranya adalah petinggi PT KIEC dan PT BA, maupun pejabat Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Cilegon.
Yang menjadi catatan adalah, cara pemberian uang pelicin tersebut; menjadikan klub sepak bola sebagai wadah untuk menampung uang haram. Berdasarkan informasi, Cilegon United FC ini sebenarnya dimiliki oleh perusahaan bernama PT Cilegon Putra Mandala.
Sedangkan posisi Walikota Tb Iman di klub tersebut adalah sebagai Pembina. Setidaknya, itulah yang terpampang di dinding media sosial Facebook Cilegon United.
Basaria mengatakan, pemberian uang suap melalui tim sepak bola ini terhitung modus baru.
“Cilegon United diduga digunakan sebagai sarana, agar dana tercatat dalam pembukuan sebagai dasar sponsor perusahaan,” ucap Basaria.
Sementara menurut catatan lembaga nirlaba Save Our Soccer (SOS), sejatinya modus demikian bukan barang baru. Klub sepak bola kerap dijadikan tempat tampungan duit haram oleh pejabat daerah yang diperoleh melalui Anggaran Pembelanjaan Barang Daerah (APBD).
Hanya saja, untuk saat ini, modusnya dimodifikasi. Menurut SOS, sebelum APBD dilarang digunakan untuk klub sepak bola profesional melalui Permendagri No. 22/2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2012, banyak pejabat daerah yang menggunakan klub sepak bola untuk tujuan korupsi dan politik.
“Sebelum ada Permendagri tersebut, klub jadi sarana pejabat menggerogoti APBD. Kini, modusnya bisa melalui CSR atau pencucian uang karena celah APBD ditutup,” ucap Kordinator SOS, Akmal Marhali, seperti dalam keterangan persnya.
Apa yang diungkapkan Akmal tersebut memang tak salah. Bukan rahasia lagi bahwa pejabat daerah biasanya terlibat dalam kepengurusan klub sepak bola setempat.
Tidak perlu jauh-jauh. Contohnya adalah dua penangkapan KPK sebelum Iman. Eddy Rumpoko, Walikota Batu, yang merupakan Pembina Persikoba. Ada pula Achmad Syafi’i Yasiin–Bupati Pamekasan–merupakan Ketua Umum Persepam Madura United.
Di luar nama-nama tersebut, ada pula Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti, yang punya keterikatan dengan PS Bengkulu, Fuad Amin (Bupati Bangkalan/Perseba Super Bangkalan), Bambang Irianto (Walikota Madiun/Madiun Putra).
Sejauh ini, dugaan korupsi yang dilakukan oleh mereka memang tidak menyentuh klub sepak bola masing-masing. Hal ini hanya untuk menggambarkan keterkaitan pejabat daerah dengan klub sepak bola setempat.
“(Seharusnya) dipisahkan antara jabatan negara (pemerintahan) dan di klub sepak bola. Ini untuk menjaga marwah sepak bola Indonesia agar bersih profesional dan bermartabat,” ucap Presiden SOS, Apung Widadi.
Dugaan penyelewengan dana lewat klub ini diamini oleh pengamat sepak bola, Anton Sanjoyo. Menurut Joy, begitu ia biasa disapa, potensi tersebut semakin membesar bila klub tidak dikelola secara profesional.
“Apalagi di daerah, mekanisme hibah masih berlaku,” ucap Joy, seperti yang dikutip dari Jawa Pos.
Sedangkan PSSI, sebagai induk olah raga sepak bola, enggan berkomentar mengenai peristiwa yang menimpa Cilegon United. Menurut Wakil Ketua Umum-nya, Djoko Driyono, PSSI memang tidak mengatur secara rinci sumber pemasukan klub.
Namun, bila terjadi kasus seperti yang menimpa Cilegon United, PSSI akan menyerahkan semuanya kepada aparat berwenang. “Tidak ada urusan kami ikut campur. Kami serahkan semuanya kepada berwenang,” ucap Djoko, seperti dikutip dari Indosport. (*)
Sumber: beritagar.id