Oleh : Anang Azhari, Koordinator Umum JRDP
Tahun 2021 mendatang, direncakan akan digelar pemilihan kepala desa (pilkades) di 694 desa yang tersebar di 4 kabupaten di Provinsi Banten. Rinciannya adalah, pilkades di Kabupaten Lebak sebanyak 266 desa; Kabupaten Pandeglang sebanyak 207 desa; Kabupaten Serang sebanyak 144 desa; dan di Kabupaten Tangerang sebanyak 77 desa. Sedangkan menurut data Kemendagri RI untuk Se-Indonesia pada tahun 2021 ini akan dilaksanakan Pilkades sekitar 7744 Desa yang tersebar di 115 Kabupaten/Kota.
Mengacu pada UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pasal 34 ayat 2 menyebutkan, pemilihan kepala desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Prinsip yang sama diberlakukan dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada.
Namun, perangkat hukum untuk memastikan prinsip tersebut dalam pilkades, sama sekali belum memadai. Setidaknya hal itu tercermin dalam kelaziman sebuah pilkades hampir di seluruh wilayah. Yakni, “diperbolehkannya” politik uang, dan tahapan pilkades yang dikelola “aladarnya” oleh Panitia Pilkades bentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal lain adalah belum diaturnya mekanisme yang adil untuk menyelesaikan perselisihan hasil pilkades. Seorang kandidat yang memiliki bukti cukup bahwa pilkades yang ia ikuti dipenuhi pelanggaran misalkan, tidak memiliki cukup sarana untuk bisa mengujinya di muka hukum. Tidak jarang, perselisihan hasil pilkades diselesaikan secara “musyawarah” di polsek terdekat dengan mediasi unsur kecamatan.
Tulisan ini adalah sedikit ikhtiar untuk menyelaraskan setiap even kompetisi politik yang berlaku di Indonesia. Jika dirunut, dari level pemerintahan paling bawah, berarti pemilih di Indonesia, mengenal adanya:
- Pemilihan RT/RW
- Pemilihan Kepala Desa
- Pemilihan Kepala Daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota
- Pemilihan calon anggota legislatif, mulai dari DPR Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPD RI, dan DPR RI
- Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Dari kelima jenis pemilihan itu, pemilihan kepala desa lah yang dituding sebagai awal pembudayaan politik uang. Seorang calon kepala desa di sebuah daerah industri di Kabupaten Serang misalkan pernah membuat pengakuan mengejutkan bahwa biaya pencalonan yang bersangkutan menghabiskan dana lebih dari Rp 2 miliar. Sangat fantastis. Nilanya bahkan setara dengan pencalonan legislator DPR RI.