Berebut Suara NU, Siapa yang Diuntungkan?

Oleh: Hidayatullah

Suara Nahdliyyin selalu diperebutkan menjelang tahun politik, setidaknya hal tersebut memberikan kesan serta pesan bahwasanya organisasi keagamaan di Indonesia selalu menjadi wadah yang patut untuk diperhitungkan serta didengar fatwa-fatwanya bagi khalayak ramai.

Hal sedemikian rupa juga patutnya kita syukuri sehingga politik tidak hanya berbicara tentang roda pemerintahan supaya aman serta kondusif tanpa hambatan ke depannya.

Namun, bagaimana agar supaya ormas-ormas keagamaan bisa memiliki kendali dalam roda pemerintahan ke depannya, sehingga keputusan pemerintah beririsan dengan ajaran agama, baik agama Islam khususnya serta agama-agama lainya yang diakui Negara.

Sebagaimana Ketum PBNU sampaikan sejatinya seandainya tokoh NU pun yang maju sebaiknya membawa kredibilitasnya sendiri, kecakapannya sendiri, prestasinya sendiri serta tidak mengatasnamakan organisasi NU.

Jadi, tidak ada capres ataupun cawapres atas nama NU, saya kira ucapannya cukup jelas dan lugas serta cukup bijak untuk membawa marwah Nahdlatul Ulama dari kepentingan poltik praktis serta dapat menimbulkan persaingan yang cukup sehat, sekalipun ucapannya tersebut menimbulkan pro dan kontra.

NU sejatinya mampu menjadi lokomotif terdepan dalam mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut berakar pada jumlah warga Indonesia yang hampir puluhan juta bahkan ada yang menyebut setengah penduduk Indonesia mengidentifikasi dirinya sebagai warga NU.

Wajar saja, bilamana ada tokoh politik yang mengaku telah mendapat restu kiai-kiai NU bilamana ingin menggandeng pendamping yang berlatar belakang NU.

Melihat dinamika yang terjadi saat ini, sangat mungkin bisa terjadi bagi sosok Prabowo ataupun Ganjar untuk meminang tokoh NU sebagai pendampingnya layaknya Anies Rasyid Baswedan yang telah meminang Cak Imin Ketum PKB untuk menjadi pendampingnya dalam kontestasi politik tahun 2024. ***

Comments (0)
Add Comment