Oleh: Taufik Hidayatullah
Pasca kontestasi pilpres tahun 2024 rakyat Indonesia dari berbagai latar belakang organisasi keagamaan maupun organisasi politik telah banyak melakukan halal bihalal dalam rangka mempererat yang retak dan merekatkan yang sudah dekat.
Perbedaan warna bendera maupun kepentingan seyogyanya dinihilkan terlebih dahulu dalam rangka maaf memaafkan dan saling merajut ukhuwah kembali.
Tidak ada kontestasi yang terjadi di Negara manapun juga tanpa adanya dinamika berupa ketegangan antar para pemilih dalam rangka beradu gagasan dan konsep bernegara untuk memikat para pemilih baik berupa menarik simpati hingga sekedar hanya gimmick semata.
Bernegara bukan untuk saling menjatuhkan dalam dinamika kontestasi, bukan juga untuk saling merasa paling benar sendiri.
Perseteruan dalam berbagai kubu di pilpres kemarin baik dari kubu 01, 02 dan 03 seyogyanya diambil sebagai bahan pelajaran satu dan lainya untuk bertukar pikiran bukan sekedar pragmatisme politik semata.
Hakim yang dianggap sebagai corong kehidupan berdemokrasi telah memberikan putusan perihal peradilan sengketa pemilu pilpres 2024.
Tentu, pasti dirasa banyak pihak yang tidak puas bahkan belum move on pasca putusan tersebut.
Negarawan sejati menganggap pilpres sebagai bahan adu gagasan atau argument layaknya sosok Anies Rasyid Baswedan yang penulis anggap sebagai salah satu negarawan republik.
Sosoknya yang humanies, ramah dan cenderung tidak emosional dalam mengatasi problema semasa memangku jabatan di DKI Jakarta patut dan layak menjadi teladan kaula muda.
Bahkan hatta pilpres 2024 pun sosoknya legowo dan terkesan tawadhu terbukti beliau sendiri Nampak hadir dalam peresmian pasangan calon pemenang pemilu pilpres 2024 dalam penetapan KPU RI.
Hubungan Prabowo dan Anies Rasyid Baswedan pun nampak terlihat cair terbukti kal Prabowo menggenggam erat Anies Rasyid Baswedan sehingga menimbulkan gelak tawa penonton yang hadir dalam acara peresmian penetapan pasangan pemenang pemilu 2024 di gedung KPU RI.
Hal ini memberikan kesejukan antar para pendukung Anies Rasyid Baswedan maupun Probowo Subianto sehingga pasca usainya pemilu tidak perlu ada lagi ketegangan yang tak usai.
Tentu catatan para hakim MK mesti menjadi bahan pelajaran kedepan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, khususnya pendapat dari tiga hakim yang dissenting opinion (berbeda pendapat) dari total jumlah delapan hakim MK yang mengadili perkara sengketa pilpres 2024.
Indonesia adalah Negara pemaaf dan kita sebagai warga bangsa patut untuk terus mempererat antar satu dan lain dalam rangka mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045. ***