Oleh: Irkham Magfuri Jamas, SE, Sekretaris HMI Badko Banten
Bayangkan, bagaimana kondisi sang anak dan ibunya saat 2 minggu sebelum idul fitri datang sang bapak yang buruh harian tiba-tiba pulang ke rumah dengan tertunduk lesu karena pekerjaannya dihentikan.
Bayangkan, bagaimana kondisi pabrik yang tiba-tiba produksi harus dihentikan karena suply logistik berantakan.
Bayangkan, bagaimana kondisi pelayaran yang harus menanggung kerugian milyaran karena beban demurrage akibat keterlambatan pengembalian kontainer yang diakibatkan.
Bayangkan itu semua terjadi pada kondisi daerah yang sedang lesu daya beli nya akibat deflasi. Bayangkan itu semua terjadi pada kondisi negara sedang mengejar laju pertumbuhan eknomi.
Sudah pasti sang anak, ibu dan bapak sedih karena mendekati momen hari raya justru penghasilannya pupus.
Sudah pasti kondisi keuangan pabrik akan terganggu bahkan pelayanan terhadap mitra kerja perusahaan terancam memburuk dan berujung pembatalan kontrak yang dapat menyebabkan kerugian yang besar dan dapat berujung memburuknya kondisi keuangan perusahaan sampai dengan dapat berimbas pada PHK masal.
Sudah pasti kerugian pelayaran akan membengkak dan membebankan operasional seluruh pihak yang terlibat dalam rantai logistik.
Sudah pasti kondisi perekonomian daerah akan semakin melesu karena tersumbatnya aktifitas produksi dan konsumsi karena hambatan pada rantai pasok.
Sudah pasti melesunya tingkat konsumsi akan membuat lesu penerimaan pajak dan dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi negara.
Sudah pasti ibu di dapur akan kesulitan, anak kelaparan, ayah kepusingan.
Fenomena di atas terjadi bukan karena adanya bom nuklir, atau bukan terjadi karena adanya ledakan gunung merapi, atau bukan terjadi karena adanya tsunami dahsyat, pandemi, apalagi wabah zombie.
Fenomena itu dapat terjadi cukup dengan ugal-ugalan dalam membuat kebijakan.
Pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) yang dikeluarkan instansi setingkat Dirjen perhubungan Darat dengan nomor: KP-DRJD 1099 Tahun 2025, Dirjen Perhubungan Laut Nomor: HK.201/4/4/DJPL/2025, Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: Kep/50/III/2025, serta Dirjen Bina Marga Nomor: 05/PKS/Db/2025 tentang Pengaturan Lalu Lintas Jalan serta Penyeberangan Selama Masa Libur Arus Mudik dan Balik Angkutan Lebaran Tahun 2025/1466 H.
Dalam SKB tersebut dikatakan bahwa adanya pembatasan operasional truck dari tanggal 24 Maret hingga 8 April 2025.
Bila aturan tersebut benar-benar dijalankan maka akan terjadi sumbatan pasokan logistik selama 16 hari atau lebih dari 2 minggu.
Tentu aturan ini ugal-ugalan karena keputusan sebesar itu seharusnya disampaikan dari jauh-jauh hari supaya setiap pihak yang berkenaan secara langsung dengan aturan tersebut dapat mempersiapkan segala kebutuhan dengan matang.
Aturan yang baru muncul pada pekan ke 2 bulan ramadhan ini tentu dapat mengganggu stabilitas ekonomi serta memberikan dampak ketimpangan.
Maka kami menanyakan aturan yang telah dibuat ini apakah melalui proses pengkajian secara mendalam atau aturan yang dikeluarkan sembarangan?!
Mengingat potensi dampak sistemik yang dapat merugikan masyarakat bila tetap dilanjutkan.
Berdasarkan data BPS yang terakhir dipublikasi pada 20 Februari 2024, setidaknya terdapat 6.091.822 kendaraan Truck di seluruh Indonesia.
Di Provinsi Banten sendiri terdapat 105.001 kendaraan truck yang beroperasi. Bila kita asumsikan tiap kendaraan membawa barang dengan nilai 1.500.000/hari bila dikalikan dengan 6.091.822 truck dan dikali dengan 12 hari maka diperoleh nilai sebesar 109.652.796.000.000 atau singkatnya 109,6 Triliun.
Itu baru potensi kerugian yang dari sisi muatan truck, belum kerugian sistemik lainnya yang diakibatkan.
Potensi kerugian demurrage adalah kerugian biaya atau denda yang dibebankan oleh perusahaan pelayaran kepada importir atau eksportir jika peti kemas tidak dikembalikan dalam batas waktu yang telah ditentukan, bertujuan untuk mengkompensasi keterlambatan pengembalian kontainer.
Contohnya yang sudah kejadian di Terminal Teluk Lamong demurrage sampai 7 milyar satu kapal. (titikomapost.com 14/03) menurut supplychainindonesia.com Pada tahun 2014, jumlah kapal angkutan logistik berbendera Indonesia mencapai 4.355 unit. 7 Milyar/kapal bukanlah angka yang kecil yang harus ditanggung oleh masyarakat sehingga pemerintah haruslah lebih bijaksana lagi dalam membuat suatu kebijakan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui dephub.go.id yang diakses pada 18 Maret 2025 Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Budi Rahardjo mengatakan, penerbitan SKB tersebut dilakukan untuk memastikan kelancaran jalannya angkutan Lebaran 2025. Bila kita ulas alasan dari pemberlakuan SKB ini maka penyataan di atas dapat dikritisi.
Pada masa pemerintahan presiden Jokowi yang membanggakan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan dan sebagainya yang menggunakan anggaran fantastis dirasa tidak ada artinya dengan munculnya SKB ini.
Mengapa penulis mengatakan hal demikian? Karena bila kita berkaca pada periode tahun tahun lalu, dimana pemberlakuan pembatasan yakni pada saat libur lebaran yang biasanya dilakukan H-3 lebaran ditambah H+1 lebaran.
Pernyataan di atas seperti mengkhawatirkan ruas tol dan pelabuhan yang selama ini dibuat tidak mampu mengurai atau memberikan solusi dari potensi kemacetan yang terjadi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui dephub.go.id yang diakses pada 18/03. Menhub Dudy mengatakan potensi pergerakan massa dapat mencapai 146,48 juta orang dengan puncak arus mudik pada 28 Maret 2025. Data tersebut tergolong relatif lebih kecil dibanding data arus mudik ditahun 2024 yang diketahui pada 2024 juga tidak ada pelarangan operasional truck selama 16 hari dimomen menjelang dan lebaran.
Diketahui berdasarkan data yang diperoleh melalui halaman pemberitaan kompas, pada tahun 2024 saja pergerakan masyarakat secara nasional pada Lebaran 2024 berpotensi mencapai 193,6 juta orang atau 71,7 persen dari jumlah penduduk Indonesia. (Kompas .id 20/03/2024).
Telah terang kita ketahui perbedaan potensi pergerakan massa, dimana pada tahun 2024 sebesar 193,6 juta orang sedangkan pada tahun 2025 potensi pergerakan massa sebanyak 146,48 juta orang yang relatif lebih sedikit dari tahun 2024.
Bila di tahun 2024 saja terdapat potensi pergerakan yang relatif lebih besar dibanding tahun 2025 lantas mengapa perlu adanya aturan tambahan berupa SKB seperti ini? Jika kita merenung lebih dalam lagi, janganlah pemerintah memberikan dalil mudik lebaran sebagai alasan untuk membuat kebijakan yang merugikan rakyat, adanya perilaku mudik adalah bukti gagalnya pemerintah melakukan pemerataan ekonomi.
Ekonomi yang terpusat di kota-kota besar atau pada daerah-daerah tertentu mengakibatkan pemuda di desa-desa hijrah ke kota-kota untuk mencari pendapatan.
Disamping itu, jasa logistik sebagai variabel untuk pemerataan ekonomi justru dihambat dengan adanya regulasi yang ugal-ugalan seperti ini.
Bila ingin memberikan kelancaran dan pelayanan yang baik kepada masyarakat tanpa memberikan potensi dampak buruk pada perekonomian negara, seharusnya pemerintah memberikan stimulus, baik memberikan mudik gratis atau memberikan subsidi pada angkutan umum maupun stimulus lainnya sehingga rasa keadilan sosial dapat benar benar dirasakan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemberian stimulus yang dilakukan jauh lebih kecil dibandingkan nilai korupsi berdasarkan liga korupsi Indonesia terkini.
Aturan berupa SKB seperti ini pula rawan disalah gunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab.
Bayangkan bila ada satu kejadian pelanggaran bagaimana penindakannya? Apakah akan ada sanksi tegas? Atau hanya teguran? Atau, “siap gerak! lapor pak” dan dami ditempat karena kebagian uang tip jalan? Maka sekali lagi, regulasi haruslah dibuat dengan kebijaksanaan.
Maka kami mengusulkan kepada pemerintah untuk mengevalusai kebijakan ini karena dapat mengganggu laju pertumbuhan ekonomi, lalu mengembalikan aturan seperti sediakala dengan waktu pembatasan menyesuaikan libur lebaran H-3 dan H+1 lebaran.
Kami juga meminta kepada pemerintah untuk memberikan stimulus kepada rakyat pada momen lebaran serta menuntut untuk mewujudkan pemerataan ekonomi dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Kami mengajak masyarakat dan pembaca sekalian untuk turut aktif mengawal segala kebijakan pemerintah dan berdiri bersama rakyat untuk sama sama turut serta bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT.
Yakin usaha sampai. ***