*) Oleh: Ilung (Sang Revolusioner)
TULISAN ini saya bikin dengan mencuri waktu di sela-sela obrolan kala ‘ngeduk jugang’ di kuburan bersama warga kampung. Terinspirasi oleh banyaknya orang yang beranggapan bahwa di kuburan banyak setan, maka saya coba menyelinap beberapa momentum untuk bisa menulis.
Kerja saya seperti setan: berupaya pandai menggali peluang untuk memasukkan partikel energi dan nilainya ke pori-pori kejiwaan manusia.
Untuk manusia di zaman ini, hal yang dilakukan setan semacam itu bukan pekerjaan sulit karena manusia sudah hampir tidak memiliki pertahanan apa pun terhadap penetrasi setan. Juga karena manusia sudah semakin tidak mengenali dirinya sendiri, apalagi mengenali setan sehingga tidak pernah secara sadar atau instingtif mengetahui apakah ia sedang dipengaruhi oleh setan, apakah sedang berjalan didorong dan dimotivasi oleh setan, apakah ia sedang menyelenggarakan sesuatu yang pengambil keputusan sebenarnya adalah setan di dalam dirinya?
Tentu saja setan tidak bisa kita pandang dengan terminologi materi atau jasadiyah.Ia lebih merupakan energi atau gelombang. Sedemikian rupa manusia harus mempelajari dirinya sendiri; dari wujud materiilnya, psiche-nya, roh atau rohaninya. Kita sedang meyakini bahwa kita adalah manusia, adalah makhluk sosial, adalah warga negara Indonesia, adalah bagian dari masyarakat dunia, adalah kaum profesional, anggota parlemen, pejabat, aktivis LSM, golongan intelektual, atau apa pun.
Tetapi itu semua adalah termin-termin yang sangat materiil, baku, dan elementer. Sesungguhnya kita tidak benar-benar mengenali diri kita pada atau sebagai dimensi-dimensi yang lebih substansial. Kita, pada konteks tertentu, dan itu sangat serius dan merupakan mainstream: mungkin sekali adalah boneka-bonekanya setan. Kita hanya robot yang di-remote control oleh kehendak setan. Kita hanya instrumen dari kemauan-kemauan setan. Anda mungkin menganggap saya main-main retorika. Tidak. Ini sungguh-sungguh. Jangan mengandalkan ilmu pengetahuan baku dari sekolahan dan universitas, sebab penelitian-penelitian di wilayah itu tidak akan sampai pada hipotesis, identifikasi atau invensi tentang Tuhan, Malaikat, Iblis, Jin, dsb –yang sesungguhnya merupakan wujud nyata sehari-hari kehidupan kita.
Kita sedang menghabiskan waktu untuk bermain-main menunggu kematian tiba. Mainan kita namanya Negara, Demokrasi, Pemilu, Pilkada, Clean Governance, Kekuasaan, Pencitraan, kesibukan dalam meraup keuntungan materi, hedonisme, tayangan sinetron… Semua itu tidak benar-benar kita pahami bahwa bukanlah kita subjek utamanya. Tentu ini semua harus sangat panjang ditelusuri, dianalisis, dipaparkan, dan disosialisasi.
Bahkan saking modernnya manusia sekarang, tragisnya barusan ada setan yang curhat ke saya, setan bilang tatkala ia bertugas menggoda, membisiki pejabat agar korupsi 100 juta, tak tahunya yang dikorupsinya 1 milyar. Jelas saya kalah dan terperanga sama setan yang ada didalam diri pejabat itu. Dengan agak frustasi setan itu pamit, sambil bergumam; “Apa saya pensiun saja nggoda manusia, nyatanya nafsu setan didalam diri manusia sudah lebih hebat dari saya.”
Tulisan ini sekadar membukakan pintu agar manusia mulai mempelajari setan sebagai salah satu metode paling pragmatis dan efektif untuk mengenali dirinya. (*)
Cilegon, 2/6/2017
*) Penulis adalah jurnalis Fakta Banten