Menyebarkan Islam Dengan Penuh Cinta Kasih

FAKTA – Menyebarkan Islam dengan penuh cinta kasih adalah tugas seorang Nabi. Kita tentu mengingat kisah Rasulullah SAW di Thaif kala beliau berjuang antara hidup dan mati. Nabi juga menunjukkan Islam adalah agama yang sempurna.

Ciri agama yang demikian, adalah
tingkah laku umatnya yang sempurna pula. Pernah, suatu ketika Rasulullah SAW bersama Aisyah sedang berjalan.

Datanglah orang-orang Yahudi membenci Rasul, mereka berteriak, “kebinasaanlah bagimu”! kemudian,
Aisyah membalas dengan sengit,”kebinasaanlah bagi kalian! Semoga laknat dan murka Allah
ditimpakan kepada kalian”! lalu Rasulullah menahan Aisyah dari emosinya.

Beliau berkata, “Aisyah, kendalikan dirimu dan tahan amarahmu. Wajib bagi kamu bersikap lemah lembut .Hati-hatilah pada sikap keji dan keras yang membinasakan”.

Ketidaksukaan kaum kafir terhadap Nabi sudah sering kali terjadi. Mereka selalu
khawatir, dakwah yang disebarkan Nabi akan merusak keuntungan demi keuntungan yang selama ini direguk.

Kebencian mereka terhadap Nabi kadang ditampilkan dengan keterlaluan. Pernah Rasulullah sedang bersujud di depan Ka’bah. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kaum kafir kala Rasulllah lengah untuk melontarkan kotoran unta ke wajah dan seluruh
tubuh beliau. Sampai-sampai Rasulullah SAW sesak nafas dan tidak bisa berdiri.

Kabar perlakuan keji ini tiba di telinga sang anak yaitu Fatimah. Ia yang masih kecil langsung bergegas menuju Ka’bah.

Dengan wajah pemberani, Fatimah mengusir para pengganggu itu.
Melihat sang ayah yang berlumuran dengan kotoran, hati sang anak tersayat-sayat. Nabi yang meihat putrinya tersedu, hanya bisa berkata, “jangan menangis wahai anakku sayang,
sesungguhnya Allah melindungi ayahmu”.

Saudaraku, andaikan kita yang berada di posisi sang Nabi, barangkali sudah terlontar cacian dan makian kepada kaum kafir tersebut.

Mereka yang tersesat, malah akan balik
menyerang orang yang mewartakan kebenaran. Seringkali yang terjadi kemudian balik membalas dan menimbulkan kegaduhan dan kekacauan yang tidak diharapkan.

Namun, sang pemimpin kita Rasullah SAW selalu berkeyakinan, dengan cara lembutlah yang mampu menyentuh qalbu seseorang. Sejahat apapun, setiap manusia pasti memiliki hati nurani.

Pintu hatinya selalu terbuka oleh sikap tulus nan penuh kasih sayang.
Pemahaman ini yang selalu disebarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabat jika mereka diutus oleh Nabi dalam sebuah urusan.

Rasulullah SAW selalu menekankan,
“Gembirakanlah umat, sebarkanlah kasih sayang”. Jangan membuat mereka lari dari tanggung jawab dan tunggang-langgang. Permudahlah urusan mereka dan jangan mempersulit.

Sungguh kalimat yang sedikit itu, membuat hati kita begitu tertampar. Seringkali kita mudah terjebak pada perdebatan-perdebatan liar tentang agama. Dengan mudah mengkafirkan kelompok lain, dengan gampang menjustifikasi, bahwa perbuatan mereka
salah. Seolah-olah cinta kasih yang diajarkan sang Nabi tak lagi terpantul dalam keseharain.

Seolah senyum Nabi kalah kotoran unta dan kambing mendarat di muka beliau, tak menyentuh hati terdalam.

Dikisahkan, Mu’awiyah tengah sholat bersama Rasullullah SAW. Dalam deretan
shafnya, ada seseorang yang bersin.

Mendengar hal itu, kontan saja mendoakan, “semoga Allah merahmatimu”. Lalu tindakan ini, mendapatkan reaksi keras dari para sahabat.

Mereka melirik Mu’awiyah dengan muka masam, dengan tujuan membuat diam. Tidak berbicara selamat shalat jama’ah berlangsung. Tapi, Mu’awiyah tidak cukup sabar.

Melihat pelototan mata para sahabat, ia berang. Ia merasa terhina. Bagaimana mungkin orang yang tidak bersalah bisa dipandangi dengan pandangan seperti itu? Kemudian, ia menggeretak, “kenapa kalian memelototiku?”.

Para sahabat kemudian memukulkan tangan mereka pada paha, berisyarat agar meminta Mu’awiyah diam. Barulah ia mengerti. Lantas, merampungkan shalatnya.

Selepas shalat, barulah Rasullah SAW menasehati Mu’awiyah dengan santun,
“sesungguhnya dalam shalat tidak boleh ada sedikitpun ucapan manusia. Shalat itu berisi tasbih, dan takbir dan membaca al-Qur’an”.

Lantas ucapan Nabi itu menyentuh hati Mu’awiyah. Bahkan, kemudian ia bersumpah demi ayah dan ibu, tidak ada seorangpun yang mampu membimbing umat lebih baik dibandingkan dengan Rasulullah SAW.

Beliau tidak pernah memojokkan, tidak pula memukul, apalagi mencela seperti yang sempat ditampilkan oleh para sahabat ketika Mu’awiyah salah dalam shalat.

Saudaraku, barangkali kini kita terkesima oleh cara Nabi menasehati umat. ***

***) Penulis : Susilo Sudarman

Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Magister Fakultas UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

 

Ajaran IslamDakwah IslamDunia IslamOpini
Comments (0)
Add Comment