Penulis: Fitria Novi Nuraini
Mahasiswa Universitas Pamulang Serang, Prodi Akuntansi
FAKTA – Sampah menjadi topik perbincangan yang tidak ada habisnya. Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan volume sampah semakin meningkat seiring
dengan banyaknya aktivitas yang menghasilkan zat sisa.
Selain itu perubahan pola konsumsi masyarakat juga menyebabkan sampah yang dihasilkan menjadi lebih beragam.
Berdasarkan data SIPSN jumlah timbulan sampah yang ada di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 21.192.511 ton per tahun dimana 41,7% didominasi oleh sampah sisa makanan dan diikuti
dengan sampah plastik sebesar 18,4%.
Sampah rumah tangga menjadi sektor terbesar yang menjadi sumber penyumbang sampah yaitu 38,2% yang diikuti pusat perniagaan (25,8%),
pasar tradisional (13%), fasilitas umum (7,3%).
Kondisi tersebut menyebabkan sampah menjadi sebuah permasalahan yang berskala nasional sehingga perlu dikelola secara baik oleh para pemangku kebijakan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat.
Masalah utama yang menyebabkan sampah menjadi masalah besar
adalah perilaku masyarakat itu sendiri. Sampah rumah tangga di Indonesia sebagian besar dibuang begitu saja tanpa dilakukan pengolahan maupun pemilahan sesuai dengan jenis
sampah.
Dampak yang ditimbulkan adalah penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan baru seperti pencemaran lingkungan baik berupa pencemaran tanah maupun pencemaran lingkungan perairan (Fadilah, 2020).
Pembakaran sampah juga menimbulkan pencemaran udara yang dapat mengganggu kualitas udara (Hendra, 2016).
Oleh sebab itu, pengelolaan sampah menjadi suatu hal yang
perlu diberikan perhatian khusus sehingga tidak sampai menimbulkan permasalahan- permasalahan baru di sektor lain.
Indonesia menjadi negara dengan penghasil sampah plastik di lingkungan perairan terbesar kedua di dunia setelah Cina yaitu mencapai 187,2 juta ton.
Data tersebut didukung oleh data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK yang menyebutkan bahwa plastik yang dihasilkan oleh anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau APRINDO mencapai 10,95 juta lembar sampah kantong plastik hanya dalam waktu 1 tahun (Purwaningrum, 2016).
KLHK juga menyebut bahwa 15% dari sampah yang dihasilkan setiap harinya adalah sampah plastik yaitu sebesar 28,4 ribu ton sampah plastik per hari (Surono dan Ismanto, 2016).
Tingginya sampah plastik tersebut dikarenakan plastik adalah
produk yang serbaguna, mudah untuk dibentuk, ringan, kuat dan relatif murah. Sifat-sifat plastik tersebut menyebabkan banyak sektor industri yang menghasilkan produk berbahan plastik.
Meskipun memiliki beragam keunggulan, namun plastik bukan benda yang mudah untuk terurai atau terdegradasi oleh mikroba (Krisyanti et al., 2020).
Perkembangan zaman, era digitalisasi, serta semakin beragamnya jenis produk yang beredar akibat kebutuhan manusia turut menjadi faktor pendorong bertambahnya sampah plastik yang beredar.
Saat ini generasi milenial mendominasi hingga 41% dari populasi Indonesia sehingga terdapat perubahan kondisi sosial.
Pola konsumsi masyarakat terutama generasi milenial cenderung menghasilkan sampah terutama sampah plastik yang lebih banyak sehingga memiliki dampak negatif bagi lingkungan kedepannya.
Hal ini dikarenakan plastik membutuhkan ratusan bahkan ribuan tahun untuk mengalami degradasi atau penguraian karena plastik memiliki rantai karbon yang panjang sehingga sulit untuk terurai.
Contoh penggunaan plastik yang banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah kantong plastik. Penggunaan kantong plastik sekali pakai hanya menyebabkan pencemaran lingkungan karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk membawa kantong sendiri dari rumah.
Selain itu masyarakat juga menggunakan kantong plastik dalam waktu yang cepat
seperti hanya digunakan untuk membungkus makanan, berbelanja di toko ritel modern dan lain lain sehingga peredaran sampah plastik menjadi lebih banyak (Kurniadi dan Hizasalasi,
2017).
Kesadaran akan pentingnya lingkungan yang sehat harus dimiliki oleh setiap manusia termasuk generasi milenial. Hal ini dapat dicapai apabila terdapat tujuan jelas yang akan dicapai serta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Generasi milenial cenderung memiliki sifat yang lebih konsumtif serta cenderung pemalas sehingga segala hal yang dibutuhkan ingin diperoleh secara instan dalam segala aspek kehidupan.
Apabila tidak ada kesadaran untuk berubah ke arah yang lebih baik, maka dapat dipastikan terjadi ketidakseimbangan yang diakibatkan ole masyarakat itu sendiri (Hidayatullah et al., 2018).
Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh generasi milenial untuk mengatasi
permasalahan sampah plastik adalah sebagai berikut.
1. Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai
Kantong plastik sekali pakai sering digunakan sebagai wadah untuk membungkus makanan maupun barang baik di toko kecil maupun supermarket. Sebagai gantinya, pembeli dapat membawa kantong belanja pribadi yang dapat digunakan berulang kali.
Hal ini juga menjadi langkah untuk mendukung program Pemerintah untuk mengurangi sampah plastik yaitu kebijakan penerapan kantong plastik berbayar yaitu Rp 200 per kantong plastik.
Kebijakan tersebut berdampak positif pada beberapa negara seperti Inggris dan Irlandia yang berhasil menurunkan 90% penggunaan kantong plastik.
Beberapa negara bahkan melarang penggunaan kantong plastik terutama Cina (Lusnita, 2019).
Meskipun demikian, kebijakan kantong plastik berbayar tidak serta merta membuat masyarakat termasuk generasi milenial meninggalkan kantong plastik.
Harga kantong plastik yang dianggap terlalu rendah menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk membayar daripada membawa kantong belanja sendiri untuk alasan praktis
sehingga kebijakan kantong plastik berbayar dianggap kurang efektf (Kurniadi dan Hizasalasi, 2017).
Kesadaran untuk tidak menggunakan kantong plastik sekali pakai dan membiasakan diri untuk membawa kantong belanja sendiri harus dimiliki oleh generasi milenial untuk mengurangi sampah plastik yang akan ditimbulkan.
2. Pengelolaan Bank Sampah yang lebih Modern
Bank Sampah menjadi salah satu metode yang sudah umum dan dikenal oleh masyarakat luas.
Bank sampah adalah sistem pengelolaan sampah berbasis rumah tangga, yang memberikan insentif berupa uang tunai maupun keuntungan lainnya bagi
masyarakat yang mampu memilah sampah dan mengumpulkan sejumlah sampah pada suatu tempat penampungan.
Harga yang diberikan akan ditentukan berdasarkan jumlah sampah yang mampu dikumpulkan. Bank Sampah berperan mengelola sampah-sampah dari masyarakat untuk diolah lebih lanjut menjadi barang yang bernilai jual atau dijual ke pihak ketiga.
Dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan Bank Sampah juga cukup signifikan dimana terjadi penurunan volume sampah hingga 81,50% karena sebagian besar sampah ditampung dan dikelola oleh Bank Sampah (Wardhani dan Harto, 2018).
Generasi milenial saat ini diharapkan dapat menyalurkan kreativitasnya untuk
menghasilkan produk yang bernilai tinggi dari sampah yang telah dipilah.
Selain itu era digitalisasi yang sangat pesat dapat menjadi terobosan untuk membangun Bank Sampah dengan konsep yang lebih modern dan terintegrasi seperti pendataan secara elektronik, sistem pembayaran insentif secara non-tunai dan pemasaran produk Bank Sampah melalui e-commerce atau toko online.
Terobosan-terobosan tersebut diharapkan mampu menarik minat masyarakat untuk bergabung menjadi bagian dari Bank Sampah serta menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memilah sampah dimulai dari tingkat rumah tangga terutama untuk sampah plastik.
3. Kampanye di Berbagai Media Sosial
Kampanye bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk menerima dan melakukan suatu hal secara sukarela.
Di era yang serba digital saat ini, penyebaran informasi dapat
dilakukan dalam waktu yang singkat serta menjangkau masyarakat dalam jumlah yang lebih besar.
Apalagi setiap tahunnya diikuti dengan penambahan jumlah pengguna internet. Hal ini dapat menjadi peluang yang besar untuk menyebarkan informasi.
Saat ini banyak sekali influencer yang memiliki banyak pengikut di media sosial ditambah dengan banyaknya pengguna media sosial di Indonesia.
Jumlah pengguna media sosial
yang aktif di Indonesia hingga Januari 2022 adalah 277,7 juta orang (Lubis, 2022).
Selain itu generasi milenial atau digital native menghabiskan 79% waktunya untuk mengakses internet setiap harinya.
Sebanyak 59% pengguna media sosial juga berasal dari rentang usia antara 17-34 tahun atau yang dapat disebut sebagai digital native.
Media sosial memiliki keunggulan dimana informasi menjadi lebih mudah dan cepat untuk disebarluaskan.
Hal ini dapat menjadi wadah atau media yang bagus untuk melakukan aktivitas kampanye untuk membuat gerakan mengurangi penggunaan plastik.
Selain itu media sosial juga dapat menjadi penghubung antara orang yang memiliki ketertarikan dalam hal yang sama sehingga dapat saling bertukar informasi untuk mengembangkan ide maupun berkolaborasi (Silaningrum et al., 2022).
Generasi milenial sudah selayaknya menjadi agen perubahan untuk kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Kesadaran untuk menjaga lingkungan harus dimiliki oleh setiap orang sehingga dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas manusia yang berlebihan.
Perubahan yang dilakukan dapat dimulai dari hal-hal yang sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan beralih ke penggunaan
kantong yang dapat digunakan berulang kali.
Kemudian dapat dilanjutkan dengan menjalankan Bank Sampah di masing-masih wilayah sehingga masyarakat dapat membentuk kebiasaan untuk memilah sampah sehingga dapat merasakan manfaat yang lebih besar.
Setelah itu dapat melakukan kampanye melalui media sosial untuk menyebarkan informasi
dalam jangkauan yang lebih besar.
Semua itu tentunya dapat dicapai apabila generasi milenial memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi untuk menyelamatkan bumi untuk generasi yang akan datang. ***