Oleh: Taufik Hidayatullah
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar dan sangat berpengaruh di Indonesia memiliki peran sentral yang amat signifikan serta menyasar tidak hanya masyarakat yang bertempat tinggal di ruang lingkup perkotaan semata.
Namun lebih dari itu, peran sentral dan konseptual serta organisatoris kaitannya dengan dengan organisasi Islam yang didirikan oleh Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari di Jawa Timur ini cukup penting karena berdampak secara sistem yang sifatnya kelembagaan serta kehidupan sosial kemasyarakatan dan tak lupa juga berefek secara agama, ekonomi hingga politik. Sebut saja, dikalangan tokoh NU yang berada di ruang lingkup pedesaan cukup memberikan secercah cahaya dan amat sangat berdampak signifikan sekali bagi kaula muda warga bangsa Indonesia khususnya dan kalangan tua tentunya hingga masyarakat pedesaan secara lebih luas.
Salah satu tokoh Kiyai NU yang saya kenal dan gemari sepak terjangnya ialah TGH Lalu Ahmad Baehaqi yang merupakan tokoh agama lingkup pedesaan di Kebon Bawak Timur Lombok Mataram Nusa Tenggara Barat.
Kebetulan saya cukup dekat dengan Ketua Remaja masjid lingkungan tersebut, sebut saja Taufiqurrahman yang merupakan adik kelas saya sendiri semasa masih duduk dibangku mahasiswa di Lombok Nusa Tenggara Barat.
Sepak terjangnya cukup baik dan konseptual selaku ketua remaja masjid lingkungan Kebon Sari Kebun Bawak timur Mataram Lombok Nusa Tenggara Barat.
Nah, sosok Taufiqurrahman ini merupakan murid kepercayaan tokoh NU TGH Lalu Ahmad Baehaqi yang cukup memiliki peran sentral serta krusial sebagai tokoh agama di lingkungan tempat tinggalnya.
Beliau merupakan salah satu alumni pondok pesantren yang terletak di Situbondo yaitu pondok pesantren Salafiyyah Syafi’iyyah Jawa Timur.
Peran sentral tokoh NU satu ini cukup berimplikasi di Kampung Kebon Bawak Timur Mataram Lombok Nusa Tenggara Barat dikarenakan kemahirannya memahami kitab kuning yang tak bisa diragukan lagi ini.
Di sisi lain, pemikiranya tentang keidupan berbangsa dan bernegara cukup konseptual dan energik serta strategis kompleksitasnya dikarenakan selain menjadi pemateri kajian di masjid lingkungan tempat tinggalnya sosoknya juga pernah diberikan amanah menjadi ketua KUA di Ampenan Lombok Barat.
Ya, sebagai salah seorang jamaahnya sekaligus murid beliau boleh dikatakan sosok TGH Lalu Ahmad Baehaqi menjadi tolak ukur pemahaman keagamaan di Indonesia sehingga warga bangsa dapat memahami konsep bernegara dan beragama secara indisipliner, majemuk serta memahami arti penting pluralitas beragama dengan kultur Indonesia yang dihuni dengan berbagai dimensi suku, agama serta budaya yang cukup beragam corak dan kepercayaan akan arti sebuah kerohanian maupun kebangsaan.
Biasanya kajian yang beliau ampu terdiri setidaknya terdiri dari dua subtema besar dan waktu yang berbeda pula. Pertama, beliau biasanya dalam kurun waktu sepekan sekali terkhususnya malam ahad terdapat tema kajian yang bersifat umum dengan tema yang cukup urgent seperti halnya menyangkut tema kemasyarakatan secara umum ataupun bertemakan masalah yang sifatnya kerohanian keagamaan seperti halnya sholat, puasa, zakat, dan haji dan lain sebagainya.
Kajian tersebut juga diselingi dengan kupasan tanya jawab kaitanya seputar materi-materi yang pernah dibahas pada pekan sebelumnya ataupun tema yang sedang dibahas pada saat itu juga. Kedua, kajian yang bersifat khusus diperuntukkan bagi para kaula muda baik putra maupun putri yang diagendakan sebulan sekali dengan berbagai macam tema seperti halnya tema tentang pengenalan berbagai latar belakang background organisasi Islam yang ada di Indonesia.
Seperti halnya NU, Muhammadiyah, Alwashliyah, Persis hingga (NW)Nahdlatul Wathan yang basis masanya cukup berpengaruh di Lombok Nusa Tenggara Barat sendiri.
Kupasan materi yang beliau sampaikanpun juga kerapkali diungggah melalui kanal Youtube oleh salah seorang muridnya melalui kanal youtube yang dimilki remaja masjid tersebut.
Gerakan digitalisasi memang sudah cukup merambah ke ranah perkampungan tak terlepas itu dari kalangan remaja, muda, tua, pengusaha, hingga para ajengan ataupun kiyai kampung sendiri.
Inilah peran sentral yang cukup amat signifikan yang diampu oleh Kiyai kampung NU yang menyasar pendengar maupun penikmat kupasan masalah agama kaitannya dengan sosial kemasyarakatan tempat mereka tinggal yang tidak hanya menyasar jangkauan area kampung tersebut saja.
Namun, mencakup area wilayah cakupan yang tak terbatas oleh ruang dan waktu yang sifatnya amat lebih luas lagi melalui ranah digitalisasi di era transformasi modern seperti sekarang ini.
Hingar bingar dunia media sosial sudah seyogyanya diisi oleh keramahtamahan melalui pesan-pesan yang memabawa pada ranah kesholihan digital yang berefek secara agama oleh para agamawan Indonesia sehingga dapat meminimalisir bahkan justru menghilangkan arogansi bermedia sosial dengan komentar sinis dan mengarah pada adu domba melalui cuplikan video yang memecah belah warga bangsa Indonesia secara umum.
Oleh karenanya dengan hadirnya agamawan NU yang lahir dari kampung bisa mengambil kendali setir para jamaahnya sehingga terjadinya kondusifitas serta ketentraman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Wallahu’alam. ***