Petani Kita Kalah Teknologi? Tantangan Modernisasi untuk Menjamin Ketahanan Pangan

 

Oleh : Salsabila Adi Putri, Mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan Untirta

Ketahanan pangan lebih dari sekadar kata-kata. Menurut FAO, ketahanan pangan tercipta ketika setiap rumah tangga memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup bagi seluruh anggota keluarga, sekaligus tidak berada dalam kondisi yang mengancam akses tersebut (Chaireni et al., 2020).

Di Indonesia, ketahanan pangan sangat bergantung pada kemampuan sektor pertanian memenuhi kebutuhan masyarakat.

Namun, realitas di lapangan masih jauh dari ideal. Banyak petani masih bekerja secara konvensional, menggunakan alat sederhana, dan memiliki akses terbatas terhadap teknologi modern.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan penting: apakah petani kita kalah dalam hal teknologi? Jika iya, bagaimana dampaknya terhadap ketahanan pangan nasional?

Di era digital seperti sekarang, teknologi pertanian seharusnya menjadi tulang punggung peningkatan produktivitas. Penerapan teknologi inovatif dapat meningkatkan hasil panen, menambah pendapatan petani, dan memperkuat ketahanan pangan rumah tangga (Fatchiya dan Amanah, 2016).

Setiap teknologi modern memiliki fungsi dan manfaat spesifik untuk membantu petani mengurangi risiko gagal panen.

Beberapa di antaranya adalah:

  1. Drone pemantau lahan
    • Memetakan kondisi lahan dengan cepat dan akurat.
    • Memudahkan pemantauan kesehatan tanaman dari udara.
    • Mendeteksi area yang kekurangan air, terkena hama, atau rusak.
  2. Sensor kelembapan tanah
    • Mengukur kadar kelembapan tanah secara real-time.
    • Membantu menentukan waktu penyiraman yang tepat.
    • Mengurangi pemborosan air dan mencegah tanaman kekeringan.
  3. Sistem irigasi otomatis
    • Menyiram tanaman sesuai kebutuhan secara otomatis.
    • Meningkatkan efisiensi penggunaan air.
    • Menjamin suplai air stabil sehingga risiko gagal panen berkurang.
  4. Aplikasi prediksi cuaca
    • Memberikan informasi cuaca harian dan prediksi musim.
    • Membantu menentukan waktu tanam, pemupukan, dan panen.
    • Mengurangi risiko kerusakan akibat cuaca ekstrem.

Keterlambatan modernisasi tidak hanya berdampak pada produktivitas. Masih ada 30 juta orang, atau sekitar 14,5% populasi Indonesia, yang mengalami kekurangan gizi, menunjukkan krisis pangan tetap menjadi persoalan serius (Suwarno, 2024).

Tanpa teknologi pemantauan yang memadai, penggunaan pestisida bisa berlebihan, dan kualitas produk pertanian sering menurun akibat penyimpanan pascapanen yang tidak tepat.

Artinya, masalah teknologi bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas dan keamanan pangan.

Isu petani dan teknologi sejatinya adalah isu masa depan pangan Indonesia. Modernisasi pertanian yang merata akan meningkatkan produktivitas, menjaga kualitas produk, dan menjamin keamanan pangan.

Petani yang memiliki akses terhadap teknologi bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga menghasilkan pangan yang aman dan layak konsumsi. Inilah fondasi bagi ketahanan pangan yang berkelanjutan. ***

Salsabila Adi Putri, Mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan Untirta /Dok

Referensi :

Fatchiya, A., & Amanah, S. (2016). Penerapan inovasi teknologi pertanian dan hubungannya dengan ketahanan pangan rumah tangga petani. Jurnal Penyuluhan, 12(2), 190-197.

Chaireni, R., Agustanto, D., Wahyu, R. A., & Nainggolan, P. (2020). Ketahanan pangan berkelanjutan. Jurnal Kependudukan Dan Pembangunan Lingkungan, 1(2), 70-79.

Suwarno, R. N. (2024). Strategi ketahanan pangan dari basis lokal: Integrasi prinsip permakultur dalam teknologi pangan yang berkelanjutan. Indonesian Journal of Applied Science and Technology, 5(2), 52-66.

Comments (0)
Add Comment