Ratna Sarumpaet, Hoax dan Cara Menyikapinya

Oleh : Sayuti Zakaria

Baru-baru ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita Hoax tentang kebohongan besar yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Bahkan beritanya lebih heboh dari berita kesedihan saudara kita yang baru saja terkena bencana di Palu, Donggala dan Sigi. Berita tentang penganiayaan dirinya melalui pengakuannya dikeroyok hingga wajahnya lebam-lebam padahal wajah Ratna lebam karena operasi plastik di Rumah Sakit Khusus Bina Estetika, Jakarta, 21 Oktober 2018.

Hoax dalam bahasa inggris berarti berita palsu, adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Berita hoax bukan sesuatu yang baru dalam sejarah Islam bukti adanya ayat tentang cara menyikapi hoax yang Allah sebutkan dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 6 tentang mentabayuni ketika orang-orang fasik datang membawa bberita.Ini jelas bahwa hoax bukan sesuatu hal yang baru tetapi sesungguhnya sudah ada sejak masa nabi.

Kasus hoax pada masa nabi pernah terjadi pada kisah Ummul Mukminin Aisyah RA. Disebutkan, dalam sebuah perjalanan pulang saat kembali dari peperangan, rombongan kaum muslimin berhenti di suatu tempat di dekat Kota Madinah. Saat itulah Siti Aisyah menyadari bahwa kalungnya telah putus dan hilang. Maka, Siti Aisyah yang biasanya ditandu, segera kembali ke tendanya untuk mencari kalung yang hilang tersebut. Sementara, orang-orang yang membawa tandu Aisyah tidak menyadari bahwa beliau tidak berada di dalamnya.

Setelah sekian lama ia mencari kalung tersebut, kalung itu tetap tak ditemukannya. Karena itulah Siti Aisyah kembali menuju tandunya. Namun, ketika sampai, ia telah ditinggalkan rombongannya. Maka, Siti Aisyah hanya bisa pasrah. Ia berharap ada rombongan kaum muslimin yang kembali. Terlalu lama menungu, akhirnya Siti Aisyah terserang kantuk hingga akhirnya tertidur.

Tanpa diduga, di saat itu muncullah salah seorang anggota rombongan yang bernama Shafwan bin Mu’athal as-Sulami adz-Dzakwani lewat.

Shafwan yang bertugas sebagai anggota pasukan paling belakang melihat ada orang yang tertinggal dan mendatanginya. Namun, setelah mengetahui yang tertinggal itu adalah Ummul Mukminin, Siti Aisyah ra, Shafwan pun berkata, “Innalillahi Wa inna Ilaihi Roji’un”  dengan terkejut. Shafwan segera memberikan tunggangan untanya kepada Siti Aisyah ra. sedangkan Shafwan sendiri berjalan kaki sambil menuntun unta yang ditunggangi oleh Siti Aisyah ra. Mereka berdua kahirnya berhasil menyusul rombongan kaum muslimin yang sedang beristirahat.

Orang-orang yang menyaksikan kedatangan Ummul Mukminin bersama Shafwan, muncullah desas-desus terhadap hubungan keduanya.

Nabi pada saat itu juga terkena efek dari adanya berita hoax yang menimpa ummul mukminin Aisyah RA satu sisi Nabi sangat sayang pada Aisyah dan berpikir bahwa tak mungkin Aisyah melakukan tindakan hina tersebut. Di sisi lain, Nabi sungguh tak berdaya menghadapi fitnah yang sudah menyebar luas. Begitu pula Aisyah; ia sangat terpukul karena fitnah tersebut, apalagi kemudian sikap Nabi kepadanya menjadi berubah: tak seperti biasanya. Hanya sabar dan sabar yang bisa dilakukan oleh Aisyah. Setiap malam Aisyah menangis merasakan derita akibat fitnah tersebut.

Sebulan lebih fitnah itu menyebar dan kehidupan rumah tangga Nabi dan Aisyah cukup terganggu. Sampai akhirnya Allah menyelamatkan Aisyah dari fitnah itu dengan menurunkan wahyu:

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar… (QS. An-Nur: ayat 11 sampai ayat 21)

Sahabat yang dimuliakan Allah dalam kehidupan ini tentu tidak selalu mulus seperti yang kita inginkan. Kita sebagai manusia biasa tentu tidak akan pernah sepi dari pemberitaan bohong. Baik berita itu dibuat di dasari atas ketidaksukaanya kepada kita atau kerena lemahnya keimanan kita sehingga munculnya prasangka-prasangka buruk yang sesungguhnya munculnya dari Syetan. Benar apa yang disampaikan Ratna Sarumpaet ia terkena  bisikan Syetan entah Syetan itu darimana datangnya. Yang pasti ia tidak akan pernah berhenti menjerumuskan manusia untuk menjadi temannya ketika di Neraka kelak.

Cara Menyikapi Berita Hoax.

           Tabayyun

Al Qur’an surat al hujurat ayat 6 menjelaskan kepada kita :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.
[al-Hujurât/49:6].

Allah Swt. memerintahkan (kaum mukmin) untuk memeriksa dengan teliti berita dari orang fasik, dan hendaklah mereka bersikap hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya dengan begitu saja, yang akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima dengan begitu saja berita darinya, berarti sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan Allah Swt. telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yang rusak.

Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang yang fasik. Tetapi sebagian ulama lainnya mau menerimanya dengan alasan bahwa kami hanya diperintahkan untuk meneliti kebenaran berita orang fasik, sedangkan orang yang tidak dikenal (majhul) masih belum terbukti kefasikannya karena dia tidak diketahui keadaannya.

  1.  Hindari buruk sangka

Allah menjelaskan kepada kita untuk tidak berburuk sangka kepada saudara-saudara kita. Seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an surat al-hujurat ayat 12.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Jangan pula kalian memata-matai dan saling menggunjing. Apakah di antara kalian ada yang suka menyantap daging bangkai saudaranya sendiri? Sudah barang tentu kalian jijik padanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allaah Maha menerima taubat dan Maha Penyayang. [al-Hujurât/49:12].

Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk, yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya sebagian dari hal tersebut merupakan hal yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut dijauhi secara keseluruhan sebagai tindakan prefentif.

Telah diriwayatkan kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a., bahwa ia pernah berkata, “Jangan sekali-kali kamu mempunyai prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang mukmin melainkan hanya kebaikan belaka, sedangkan kamu masih mempunyai jalan untuk memahaminya dengan pemahaman yang baik.”

قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا أَبُو الْقَاسِمِ بْنُ أَبِي ضَمْرَةَ نَصْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ سُلَيْمَانَ الحِمْصي حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي قَيْسٍ النَّضري حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ وَيَقُولُ: “مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ. وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ مَالُهُ وَدَمُهُ وَأَنْ يُظَنَّ بِهِ إِلَّا خَيْرٌ

Abdullah ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Qasim ibnu Abu Damrah Nasr ibnu Muhammad ibnu Sulaiman Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Qais An-Nadri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Nabi Saw. sedang tawaf di ka’bah seraya mengucapkan: Alangkah harumnya namamu, dan alangkah harumnya baumu, dan alangkah besarnya namamu, dan alangkah besarnya kesucianmu. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kesucian orang mukmin itu lebih besar di sisi Allah Swt. daripada kesucianmu; harta dan darahnya jangan sampai dituduh yang bukan-bukan melainkan hanya baik belaka.

Hikmah Yang dapat Diambil dari Kisah Hoax Ratna Sarumpaet.

Kita harus hati-hati dalam menerima informasi tidak langsung menelannya mentah-mentah tanpa adanya tabayyun sehingga jelas akar masalahnya. Jangan sampai ketidak hati-hatian kita justru menjerumuskan kita pada membuat kita terlibat dalam menyebarkan berita bohong yang pada akhirnya kita juga akan kecipratan dosa berantai dari berita hoax yang kita sebarkan. Apapun alasanya tidak dibenarkan ketika kita memberikan informasi tanpa kita mengetahui pasti kebenarannya.

[socialpoll id=”2521136″]

Hoax
Comments (0)
Add Comment