Oleh : Ocit Abdurrosyid Siddiq, Alumni Perguruan Mathlaul Anwar Binuangeun
Saya orang Binuangeun. Lahir dan besar di Binuangeun. Pernah sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Binuangeun. Lalu melanjutkan ke MTs Mathlaul Anwar di Binuangeun juga.
Bapak saya orang Kadu Ronyok. Nenek orang Kadu Ronyok. Kakek dari Manungtung. Ibu saya orang Cening. Masa kecil ibu di Sumur. Sekolah tingkat dasarnya di Labuan.
Karena Mathlaul Anwar, bapak dan ibu saya ke Binuangeun. Waktu itu, tahun 1972, ditugaskan untuk membuka madrasah di Binuangeun. Dalam perjalannya, bapak pernah menjadi Kepala MTs Mathlaul Anwar Binuangeun, dan ibu menjadi Kepala Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Muara Dua Cikiruh Wetan.
Sebelumnya, bapak pernah sekolah di MTs dan MA Cimanying. Demikian juga dengan ibu. Bapak dan ibu adalah kakak-adik tingkat. Bahkan keduanya juga tercatat sebagai santri di pondok pesantren di Pasir Waru.
Waktu saya menikah tahun 1998, bapak menyerahkan sambutan perwakilan keluarga kami kepada KH. Bai Makmun. Beliau tokoh Mathlaul Anwar. Kini sudah sepuh, tapi baru saja menjabat Ketua Majelis Fatwa Pengurus Besar Mathlaul Anwar.
Walaupun saya “anak biologis dan anak ideologis” Mathlaul Anwar, tidak membuat saya tidak tertarik untuk mengenal organisasi keagamaan lainnya. Itulah mengapa saat kuliah, saya gabung dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Di IMM ini saya bertemu jodoh. Kini, ia menjadi ibu dari dua anak kami.
Selesai kuliah, saya banyak terlibat dalam forum diskusi keagamaan dan kebangsaan. Yang paling intense dengan sahabat-sahabat gusdurian. Itulah sebabnya saya banyak berkutat dengan tema-tema agama dan budaya. Karena itu pula, banyak yang mengira saya merupakan pegiat “kaum sarungan”.
Sekalipun ada kedekatan dengan Mathlaul Anwar, Muhammadiyah, dan Nahdhatul Ulama, saya belum pernah menjadi pengurus ketiganya. Atau salah satunya. Bukan tak diajak. Bukan juga karena tak mau. Tapi tak boleh. Karena pekerjaan utama saya yang mesti “bersedia bekerja penuh waktu”.
Dulu, antara tahun 2004 sampai 2014, saya pernah mengabdi di perguruan tinggi; Universitas Mathlaul Anwar. Kampusnya di Cikaliung. Kelas jauhnya di Malingping. Saya rutin ke kampus setiap akhir pekan. Sabtu di Cikaliung, Minggu di Malingping.
Dua lokasi kampus itu lumayan jauh dari rumah. Jaraknya lebih dari 150 kilometer. Biaya untuk beli bahan bakar minyak untuk kendaraan, masih jauh lebih besar dibanding honorarium yang saya terima dari kampus.
Walau demikian, pengabdian itu tetap saya geluti hampir selama 10 tahun. Karena pengabdian, tidak berorientasi pada pendapatan. Saya “leukeunaan”, karena sebagai wujud kecintaan kepada Mathlaul Anwar.
Karena sejak 2013 saya menjadi penyelenggara Pemilu, aktifitas di kampus mulai berkurang. Klimaksnya pada tahun 2017, ketika saya menjadi Komisioner Bawaslu Provinsi Banten. Sejak itu saya non aktif total dari kehidupan kampus.
Ketika Mathlaul Anwar mau menyelenggarakan Muktamar April 2021 di Puncak Bogor, saya diminta oleh pengurus untuk menjadi panitia. Permintaan itu saya penuhi. Menjadi pimpinan sidang pada perhelatan tingkat nasional yang menghasilkan Ketua Umum periode sekarang, adalah wujud sederhana khidmat saya pada Mathlaul Anwar.
Walaupun kini tidak masuk dalam struktur kepengurusan Mathlaul Anwar, saya tidak surut untuk turut membesarkan organisasi. Penolakan saya atas tawaran anggota, kader, bahkan panitia Musyawarah Wilayah untuk menjadi Ketua Pengurus Wilayah Provinsi Banten pun tidak lantas bermakna khidmat saya berkurang.
Pengabdian kepada Mathlaul Anwar bisa saya lakukan walaupun berada diluar kepengurusan. Salah satu yang menjadi perhatian adalah 9 prinsip Mathlaul Anwar yang belum terejawantahkan secara paripurna dan kaffah. Masih ada disparitas antara jargon dengan implementasi.
Bila Muhammadiyah dan NU sudah memiliki lembaga yang berfungsi sebagai think tank organisasi, saya memimpikan Mathlaul Anwar memiliki organ serupa. Organ ini berbeda fungsinya dengan Majelis Fatwa yang sudah ada.
Organ inilah yang nantinya meramu, mengonsep, dan merumuskan ide-ide besar organisasi. Dengan begitu, Mathlaul Anwar bukan hanya menjadi organisasi nasional dengan cita rasa lokal dengan “menes centris” nya. Tapi menjadi organisasi yang sejajar dengan dua “pendahulunya”.
Hari ini, Pengurus Besar Mathlaul Anwar Periode 2021-2026 dilantik di Hotel LeSemar Karawaci Tangerang. Selamat kepada para pengurus. Semoga amanah dalam mengemban tugas. Untuk Pak Ketua Umum, saya berharap bisa mengakomodir mimpi sederhana saya diatas. Salam. (***)