PANDEGLANG – SDIT ICMA di bawah naungan Yayasan Islamic Centre Herwansyah di Kecamatan Cikedal, Kabupaten Pandeglang mengungkap alasan tiga siswa bernama Faeza, Farraz dan Fathan diantarkan pulang ke rumahnya pada bulan April 2024 lalu.
Ketiga siswa yang dipulangkan merupakan satu keluarga kandung anak dari pasangan suami istri Muhammad Fatah dan Defi Fitriani.
Pemulangan ketiga siswa SDIT ICMA sempat viral setelah videonya diungkap ke publik pada bulan Oktober 2024.
Dimana dalam video dinarasikan pemulangan secara paksa siswa oleh SDIT ICMA dikarenakan tunggakan biaya SPP sebesar Rp42 Juta.
Kuasa Hukum Yayasan Islamic Centre Herwansyah, Rudhi Mukhtar memberikan, penjelasan atas dipulangkannya tiga siswa ke rumah orang tuanya.
“Perlu kami beritahukan bahwa SDIT ICMA itu sekolah SD di bawah naungan Yayasan Islamic Center Herwansyah yang pendanaan operasional kegiatannya berasal dari pembiayaan yayasan maupun secara mandiri dari orang tua siswa,” katanya melalui video zoom meeting di SDIT ICMA di Kecamatan Cikedal, Jumat, (1/11/2024).
SDIT ICMA merupakan sekolah swasta. Selain itu memang mendapatkan pendaan dari dana operasional pendidikan atau BOS dari dinas pendidikan namun memang jumlahnya tidak signifikan.
“Sebagai sekolah swasta yang mandiri, tentunya SDIT ICMA memiliki aturan sekolah terkait pembiayaan maupun pembayaran biaya pendidikan yang wajib ditaati oleh semua pihak. Termasuk oleh orangtua siswa, pembiayaan ini sudah diinformasikan kepada seluruh orang tua siswa saat penerimaan (pendaftaran peserta didik baru),” terangnya.
Selain itu, yayasan memberikan keringan biaya pendidikan kepada pegawai YICH yang di sekolahkan di SDIT ICMA.
“Termasuk kepada kedua orang tua siswa yang dipulangkan,” ujarnya.
Orang tuanya bernama Muhamad Fahat sebetulnya selaku Kepala Divisi Umum YICH periode 25 Agustus 2019 -12 Januari 2024. Kemudian istrinya bendahara umum periode 20 Juli 2018 sampai 23 Januari 2024.
“Pada bulan Maret 2024, ketika Yayasan melakukan audit keuangan, diketahui ketiga anak dimaksud yang berstatus bersekolah di Yayasan masih terdapat tunggakan biaya pendidikan, termasuk SPP, biaya pendaftaran ulang dan lain-lain. Total tunggakan belum dibayarkan sebesar Rp42.973.845,” ungkapnya.
Kemudian, terkait permasalahan ini pihak yayasan sudah melayangkan pemberitahuan kepada orangtua siswa pada 18 Maret 2024. Kemudian kembali bersurat 21 Maret 2024 untuk memediasi permasalahan tersebut namun tidak pernah ditanggapi oleh orang tua siswa.
“Pada tanggal 25 Maret 2024, pihak yayasan sudah memberikan pemberitahuan terkait penonaktifan tiga anak di sekolah,” tuturnya.
Rudi menjelaskan, kaitan tunggakan ini tidak satu tahun tapi dari semenjak tahun 2019. Jadi tidak ujug-ujug ada tunggakan, dalam waktu dekat tetapi ini semenjak tahun 2019.
“Setelah penonaktifan tersebut kedua orang tua siswa melakukan pengaduan ke Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Pandeglang,” pungkasnya.
Sebagai tindak lanjut itu memang ada mediasi dan klarifikasi bertempat di Disdikpora Pandeglang.
“Hasil mediasi tersebut kedua orangtua siswa memiliki kewajiban melunasi biaya pendidikan yang menunggak. Jadi dari Disdikpora sudah menyatakan ada tagihan yang mesti diselesaikan,” jelasnya.
Setelah proses mediasi di bulan Maret, lalu sampai tanggal 22 April 2024, ketiga anak masih ke sekolah mengikuti acara halal bihalal walaupun belum ada penyelesaian tunggakan. Jadi ketika halal bihalal tetap dilayani diterima dengan baik.
“Namun untuk menegakkan aturan, kita mengundang kedua orang tua tiga anak tersebut agar menjemput anak-anaknya. Namun mereka tidak bersedia, sehingga untuk menegakan aturan dan kecemburuan sosial dari orang tua siswa lainnya pada hari itu juga mengantarkan siswa ke rumah orang tuanya,” tandasnya. (*/Riel)