LPSPL Serang Tidak Keluarkan SHM Pulau Mangir

 

PANDEGLANG – Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang, tidak mengeluarkan Sertipikat Hak Milik (SHM) Pulau Mangir, Desa Kertamukti, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang.

Javier Bidang Pelayanan pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang, yang menyikapi adanya keluhan nelayan atas Pulau Mangir yang diklaim bukan tempat umum dan statusnya SHM (Sertifikat Hak Milik).

Ia mengatakan, LPSPL tidak mengeluarkan sertifikat kepemilikan Pulau Mangkir.

“Untuk sertipikat bisa ditanyakan langsung kepada BPN yang menerbitkan sertipikat,” kata Javier saat ditemui di Kantor LPSPL Serang, di Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Rabu, (17/72024)

LPSPL Serang hanya menerbitkan surat izin pengelolaan. Hal itu juga ketika memang ada pihak yang sebelumnya telah mengajukan pengelolaan melalui Lembaga OSS (Online Single Submission).

“Kita hanya proses perizinan. Untuk Pulau Mangir belum mengetahui karena memang sekarang itu untuk proses perizinan langsung ke pusat melalui OSS,” ujarnya.

Selain itu, Javier menjelaskan, terkait pengelolaan Pulau secara aturan tidak boleh dikuasai semua. Hal itu sudah diatur dalam Perundang-undangan tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil.

“Ada larangan penguasaan pulau secara utuh. Sesuai aturan, dari 100 persen luas pulau, minimal sebanyak 30 persen dikuasai oleh Negara,” katanya.

Aturan tersebut merujuk pada Pasal 11 Peraturan Nomor 34 Tahun 2019 tentang Perdagangan Perbatasan, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Serta, Pasal 10 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penatausahaan Izin Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Rekomendasi Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dengan Luas di Bawah 100 Km².

“Itu berarti, maksimal 70 persen dari total luas pulau kecil bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Namun, dari luasan maksimal tersebut, pelaku usaha wajib mengalokasikan paling sedikit 30 persen untuk kebutuhan ruang terbuka hijau dan pengelolaan pulau-pulau kecil harus memperoleh izin,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Javier menegaskan, terkait adanya klaim Pulau Mangir sudah SHM itu bisa ditanyakan kepada BPN.

“Sedangkan untuk pengawasan pulau bisa dikomunikasikan dengan Satwas SDKP,” pungkasnya.

Koordinator Satuan Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Satwas SDKP) Pandeglang, Pandu Saptoriantoro mengaku, sudah mendapatkan kabar atas Pulau Mangir yang statusnya diklaim sudah SHM.

“Nanti kita akan turun melakukan pengecekan ke Pulau Mangir. Karena kalau secara aturan hanya diberikan izin pengelolaan namun dilarang untuk menguasai lahan pulau 100 persen,” terangnya.

Menurut Aktivis warga Desa Kertamukti Asep Lukman, berdasarkan aturan yang ia ketahui sebuah Pulau itu bisa dikelola sebagian namun tidak untuk diperjual belikan.

“Namun saya kaget ketika mengetahui kalau Pulau Mangir diklaim menjadi hak milik. Kalau begitu maka diduga ini diperjual belikan,” katanya, Jum’at, (12/7/2024).

Asep menjelaskan, klaim kepemilikan ini terpampang jelas pada sebuah plang nama di Pulau Mangir bertuliskan kalau Pulau Mangir seluas 5,2 hektar bukan tempat umum dan statusnya hak milik.

“Padahal dari saya ketahui sebuah pulau itu tidak bisa dijadikan hak milik. Kalau hak pengelolaan mungkin bisa jadi tapi itu juga ada prosedurnya tidak ujug-ujug,” katanya.

Dari yang ia ketahui, Asep mengatakan, apabila mengacu kepada Undang-Undang Agraria bahwa pulau-pulau itu tidak boleh di jual belikan melainkan buat kepentingan pemerintah daerah dan investasi. Kemudian apabila merujuk Pasal 16 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, disitu ditegaskan bahwa ‘setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian ruang dari sebagian Perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin Lokasi.

“Izin lokasi dimaksud, akan menjadi dasar dari pemberian izin pengelolaan,” katanya.

Lalu peraturan yang terbaru itu tertuang dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengatur bahwa Setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil wajib memiliki Perizinan Berusaha. Bentuk kegiatannya untuk produksi gararn, biofarmakologi laut, bioteknologi laut, pemanfaatan air laut selain energi, wisata bahari, pemasangan pipa dan kabel bawah laut, dan/atau pengangkatan benda muatan kapal tenggelam.

“Adapun Perizinan Berusaha untuk kegiatan lain akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan,” jelasnya.

Selanjutnya, apabila ada investasi penanaman modal asing (PMA), pada Pasal 26A Undang-Undang Ciptaker juga menggariskan bahwa dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat dan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan di bidang penanaman modal.

“Bila penanaman modal asing tersebut tak memiliki perizinan berusaha sebagaimana digariskan Pasal 26A, dan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi ruang, maka diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar,” tuturnya.

Lebih lanjut Asep menegaskan, dalam pengelolaan sebuah pulau itu ada prosedur dan aturannya. Oleh karenanya ia juga sempat menanyakan kaitan klaim kepemilikan kepada pihak Desa Kertamukti namun tidak mengetahuinya.

“Secara status memang bukan aset desa tetapi Pulau Mangir ini termasuk pulau singgah bagi nelayan Desa Kertamukti,” imbuhnya.

Menurut keterangan dari orangtuanya, kalau di Pulau Mangir itu terdapat banyak pohon kayu alam dan kelapa.

“Pohon kelapa itu awalnya warga yang menanam. Kenapa demikian karena bertujuan untuk dapat dinikmati oleh warga atau nelayan juga jika memang kehausan saat bersandar bisa minum dan makan kelapa muda untuk membatu haus dan laper,” ungkapnya.

Akan tetapi, sekarang ini warga dan nelayan sudah tidak bisa lagi bersandar atau beristirahat di Pulau Mangir. Mereka merasa sudah tidak nyaman dan bebas lagi memetik pohon kelapa.

“Mereka merasa terusir dari Pulau Mangir. Saya secara pribadi sebagai putra daerah asli Desa Kertamukti merasa terpanggil untuk dapat mengembalikan pemanfaatan Pulau Mangir untuk masyarakat banyak bukan hanya segelintir orang saja,” katanya.

Taufik Sekretaris Desa (Sekdes) Kertamukti, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang mengatakan, kalau Pulau Mangir itu bukan aset milik pemerintah desa,

“Kami juga kurang mengetahui status pulau tersebut, namun menurut informasi di lokasi telah terpasang plang nama bertuliskan area pulan Mangir bukan tempat umum, status hak milik, dan pihaknya juga tidak mengetahui siapa yang mengklaim,” terangnya

Kepala Bidang Barang Milik Daerah (BMD) pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Pandeglang Andri Eka Permana mengatakan, kalau Pulau Mangir tidak tercatat masuk dalam aset Pemkab Pandeglang.

“Yang masuk dalam aset itu Pulau Liwungan dan Popole. Untuk lebih jelasnya bisa koordinasi dengan Kementerian Pusat (kewenangan pusat),” katanya. (*/Riel)

Comments (0)
Add Comment