PANDEGLANG – Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan kawasan konservasi alam yang menjadi paru-paru dunia. Pada tahun 1992, UNESCO juga menetapkan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai situs warisan dunia (the world heritage sites).
Hal ini didasari bahwa Ujung Kulon sebagai salah satu kawasan dengan ekosistem hutan hujan (tropis) terluas di Provinsi Banten, yang juga hidup satwa langka badak jawa (Rhinoceross sondaicuss) yang saat ini keberadaaanya sangat dilindungi.
Badak jawa diketahui, hanya ada di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, saat ini dengan jumlah habitatnya yang hampir punah. Sebelumnya 2 badak jawa juga ada di Karangnunggal, Tasikmalaya, Jawa Barat, tahun 1914.
Sayangnya badak jawa yang ada di Tasikmalaya ditembak mati pada 1934 oleh petugas. Hal ini didasari untuk kepentingan penelitian dan karena pasangan badak tersebut telah di temukan mati.
Balai TNUK yang menjadi ujung tombak pelestarian Kawasan TNUK serta menjaga kelangsungan hidup mamalia purba yang saat ini jumlahnya hanya 67 ekor dirilis pada Jum’at 22 September 2017 di Cilintang, Ujung Kulon.
Upaya pelestarian kawasan TNUK serta kelangsungan habitat badak jawa yang hanya berada di Ujung Kulon dengan jumlah populasi yang sangat sedikit, terus dilakukan oleh Balai TNUK
Salah satu upaya yang dilakukan Balai TNUK untuk menjaga kawasan TNUK agar tetap terjaga ekosistemnya dari penjamahan masyarakat yang masih sering masuk kawasan untuk menghidupi kebutuhan hidupnya.
Hal ini diungkapkan Kepala Balai TNUK, Mamat Rahmat, saat ditemui faktabanten.co.id di kantor Balai TNUK, Desa Caringin, Kecamatan Labuan, Senin (27/11/2017).
Menurutnya, masyarakat sekitar kawasan TNUK saat ini sudah diberikan bekal wirausaha agar tidak lagi merambah ke dalam kawasan TNUK dengan membentuk kelompok – kelompok masyarakat yang nantinya menjadi wadah masyarakat untuk diberikan pelatihan kewirasahaan.
“Kita sudah lakukan pembinaan diantaranya, di Ujung Jaya kelompok masyarakat pesisir, yang kedua kelompok tani konservasi dengan memproduksi gula aren atau gula semut, kelompok taninya kita latih, ternyata sudah bisa, nanti kita akan tanam aren di sepanjang kawasan. Ini nantinya jadi batas hijau konservasi yang nantinya arenya bisa dimanfaatkan. Itu kelompok tani Resort Padali,” paparnya.
Lebih lanjut, Kepala Balai TNUK, Mamat, mengungkapkan kelompok-kelompok masyarakat dibentuk di setiap resort di TNUK dengan masing-masing keahlian dan keadaan lingkungan di sekitar dengan apa yang bisa dikembangkan di wilayahnya.
Hanya yang jelas menurut Mamat, masyarakat di sekitar kawasan TNUK ikut serta menjaga TNUK agar bisa diwariskan kembali dan habitat langka badak jawa tidak terganggu.
“Selanjutnya, kelompok tani resort Cibadak, kita ada budidaya ikan. Ada juga kelompok tani budidaya jahe merah kita bekerja sama dengan Dinas LHK Provinsi Banten, di Ranca Pinang ada budidaya rumput laut, kalau di Katapang rencana ada budidaya ikan mas,” ungkapnya.
Masih, Kepala Balai TNUK, pihaknya terus berusaha untuk menjaga kawasan TNUK tetap lestari dan habitat badak jawa tetap terjaga, dengan membangun ekonomi masyarakat di sekitaran kawasan TNUK.
“Banyak yang ada di sana (Program Balai TNUK) termasuk HHBK, dan kita juga membentuk kelompok sadar wisata. Di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu,” katanya.
Kelompok-kelompok masyarakat di sekitar kawasan TNUK yang dibentuk oleh Balai TNUK saat ini, Lanjut mamat, sudah berjalan dan masyarakat saat ini mulai sadar akan pentingnya menjaga kawasan TNUK.
“Rancapinang rumput laut, Katapang ikan air tawar, potensi yang ada termasuk pemanfaatan HHBK, Koperasi Hanjuang pemanfaatan madu Odeng ada 4 desa,” jelasnya.
Hingga kini, BTNUK telah membina kurang lebih 2.011 orang untuk berusaha di kawasan dengan konsep pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, termasuk pariwisata dan potensi alam lainnya seperti madu hutan dan jernang. (*/Temon)