PANDEGLANG – Jelang Pilkada Serentak 2020, dua dinasti penguasa daerah di Banten kemungkinan besar akan bertarung dalam kontestasi Pilkada di Kabupaten Pandeglang.
Pasalnya, keluarga Jayabaya (mantan Bupati Kabupaten Lebak) yakni Muhammad Nabil Jayabaya sudah mendaftar sebagai calon bupati lewat PDIP, untuk menantang petahana Irna Narulita dari keluarga Dimyati Natakusumah dalam memperebutkan kursi Bupati Pandeglang periode 2020-2025.
Sempat terjadi intrik dan “psywar” dari kedua dinasti tersebut. Politisi yang juga suami dari Irna Narulita (Bupati Pandeglang-red), Dimyati Natakusumah sempat meminta agar pihak keluarga JB untuk tidak “menyeberang” ke Pandeglang, dan meminta agar mereka (keluarga JB) untuk fokus di Kabupaten Lebak saja.
Namun pernyataan Dimyati tersebut dibalas dengan “nyinyir” oleh keluarga JB. Melalui juru bicaranya yakni Agus R Wisas, bahwa Nabil Jayabaya tetap keukeuh akan maju di Pilkada Kabupaten Pandeglang 2020.
Bahkan Agus Wisas sempat menuding jika Irna Narulita sebagai pemimpin dzolim yang tidak memiliki empati terhadap rakyatnya. Bahkan menurutnya mengalahkan petahana bagian dari ibadah.
Menanggapi hal itu, Dosen Komunikasi Politik Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten, Atih Ardiansyah, mengatakan bahwa dirinya mencurigai fenomena politik dalam peta Pilkada Kabupataten Pandeglang hanyalah lobi politik dari karakter masing-masing yang sedang melakukan ‘cek ombak’ (survey elektabilitas kandidat).
Dilihat dari sisi komunikasi, diterangkan Atih, bahwa pernyataan Dimyati yang meminta keluarga JB tidak “nyebrang” ke Pandeglang memberikan dua frasa yang bisa dibedakan dengan muara besar.
“Pertama, adanya pengakuan dari Dimyati bahwa Pandeglang adalah kekuasaannya. Artinya beberapa pihak yang selama ini bermain dengan isu kandidasi hanya sebuah angin lalu, bukan ancaman dan sebagainya,” ucap Atih, saat dihubungi faktabanten.co.id melalui pesan WhatsApp, Minggu (6/10/2019).
“Kedua, Dimyati bereaksi dengan manuver politik JB, mengindikasikan bahwa mereka (keluarga Dimyati-red) merasa terganggu dan di level yang lebih parah merasa terancam,” imbuhnya.
Atih pun menyoroti pernyataan Dimyati dalam sebuah wawancara dengan salah satu media online bahwa “di Pandeglang ada Dimyati” adalah sebuah pesan dari keluarga Dimyati yang ditujukan bukan hanya kepada keluarga JB, tetapi juga kepada kontestan lain di Pilkada Kabupaten Pandeglang soal hegemoni Dimyati Natakusumah di Pandeglang.
“Itu seolah jadi pesan bahwa mereka yang tengah bermanuver di Pilkada Pandeglang tidak akan mampu menggeser kekuatan Dimyati. Atau para kandidat yang sedang memainkan isu itu malah sedang pamer pesona dan berharap dipinang Dimyati sebagai Pandeglang dua,” paparnya.
Ia pun menduga, jika cuitan-cuitan yang dilontarkan keluarga JB kepada Dimyati, baik melalui pemberitaan atau media sosial bukanlah sebagai bentuk perlawanan, melainkan hal itu hanyalah sebagai bentuk lobi politik agar dua keluarga tersebut bisa berdampingan mengantisipasi klan besar lainnya yakni keluarga Rau (sebutan untuk keluarga almarhum Chasan Sohib).
“Ujaran-ujaran yang seolah-olah galak dari tim JB, saya ragukan sebagai bentuk perlawanan melainkan bentuk lobi politik. Karena logikanya begini, ada kelompok kuat lain yang sejauh ini belum terlalu tampak manuvernya di Pilkada Pandeglang, yaitu keluarga Rau. Dim maupun JB menyadari benar kekuatan Rau. Saat Irna melawan Erwan yang disokong Rau, Irna terjungkal kok. Kemarin Irna menang ya duet dengan Tanto (keluarga Rau),” terangnya.
“Saya mah tetap meragukan i’tikad JB masuk ke Pandeglang. Tujuan na mah hayang babarengan jeung Dim. Ya walaupun Vivi JB kalah sama Rizky Dimyati di Pileg kemarin sampai pengadilan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Atih menerangkan bahwa Dimyati merasa terusik oleh manuver yang dilakukan keluarga JB di Pilkada Pandeglang. Pasalnya, lanjut Atih, sosok Dimyati seolah sedang menduplikasi cara yang dilakukan JB di Kabupaten Lebak dalam membangun dinastinya sendiri.
“Jelas ada tepuk dada Dimyati, kalau Pandeglang itu kekuasaannya. Dim sekarang jadi King Maker, dan calon rajanya ya keluarga dia. Dari sini kita memahami, Dim sedang menancapkan kuku kekuasaannya. Anaknya udah pada gede, yang satu lagi ‘nyantri’ di DPR RI. Sisanya, Rizka udah mulai ‘disekolahkan’ di organisasi formal, terpilih aklamasi jadi Ketua KONI Pandeglang,” paparnya.
“Jadi wajar Dim terusik manuver JB. Karena secara karakter, Dim sedang menduplikasi cara JB. Di Lebak, keluarga JB berada di banyak Parpol, punya saham disana. Di Pandeglang Dim melakukan hal yang sama, menanam anak-anaknya di Parpol-parpol,” tandasnya. (*/Ndol)