JAKARTA – Komisi X DPR mempertanyakan Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation masuk ke dalam daftar penerima hibah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dua lembaga nonprofit disebut mendapat hibah program Organisasi Penggerak maksimal sebesar Rp20 miliar per tahun.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengaku heran dua lembaga besar tersebut mendapatkan dana hibah Kemendikbud. Dua lembaga itu padahal masuk dalam kategori tanggung jawab sosial perusahaan atau dikenal dengan corporate social responsibility (CSR).
Menurutnya, para perusahaan swasta sewajarnya menyisihkan dana perusahaan untuk tanggung jawab sosial perusahaan yang dipakai dalam memberdayakan masyarakat. Bukan justru menerima dana tersebut dari pemerintah.
“Lah ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” kata Syaiful dalam keterangannya, Selasa (21/7).
Syaiful menyebut Kemendikbud mengucurkan anggaran sebesar Rp567 miliar per tahun untuk membiayai program Organisasi Penggerak. Program ini bertujuan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Setidaknya ada 3 kategori lembaga penerima hibah untuk melakukan kegiatan tersebut, yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar per tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp1 miliar per tahun.
“Proses rekruitmen organisasi penggerak ini telah dilakukan. Berdasarkan data yang kami terima ada 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi dengan 183 proposal jenis kegiatan,” ujar Syaiful.
Berdasarkan data tersebut, kata Syaiful, diketahui jika Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation termasuk dua dari 156 organisasi yang lolos sebagai Organisasi Penggerak. Mereka masuk Organisasi Penggerak dengan Kategori Gajah.
“Dengan demikian Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp20 miliar untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak di lebih 100 sekolah,” katanya
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Tenaga Guru dan Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril mengatakan pihaknya tak campur tangan dalam teknis seleksi peserta Organisasi Penggerak.
“Kami melibatkan lembaga independen [untuk seleksi proposal pelatihan], yaitu Smeru Research Institute. Penentuan ormas yang lolos dilakukan di mana Kemendikbud tidak intervensi,” katanya melalui konferensi video.
Ia menegaskan pihaknya juga sangat berhati-hati dalam menjalankan program ini karena melibatkan uang negara hingga ratusan miliar. Untuk itu, ia menekankan seleksi dilakukan secara objektif tanpa memandang asal organisasi.
“Dalam konteks implementasinya nanti juga sama. Keterlibatan Itjen dan juga organisasi yang nanti kita libatkan, seperti KPK juga penting untuk memastikan dana yang diberikan untuk peningkatan kualitas pendidikan,” kata Iwan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menganggarkan hingga Rp.595 miliar untuk program Organisasi Penggerak. Sejauh ini jumlah peserta yang lolos seleksi evaluasi ada 183 organisasi.
Pelatihan ini ditargetkan untuk menunjang kemampuan literasi dan numerasi guru serta kepala sekolah. Literasi dan numerasi adalah salah dua aspek yang ditekankan dalam asesmen kompetensi dan survei karakter yang menjadi pengganti ujian nasional (UN).
Respons Tanoto Foundation
Menanggapi hal ini Communications Director Tanoto Foundation, Haviez Gautama mengatakan Tanoto Foundation dipilih oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menjadi salah satu pelaksana Program Organisasi Penggerak (POP).
“Proses seleksi dilakukan terhadap 324 proposal dari 260 ormas, di mana terpilih 183 proposal dari 156 ormas,” kata Haviez dalam keterangan tertulisnya.
Melalui Program PINTAR Penggerak, Tanoto Foundation menurutnya akan bekerja untuk membangun 260 Sekolah Penggerak. Sekolah itu terdiri dari 160 Sekolah Dasar dan 100 Sekolah Menengah Pertama yang merupakan sekolah rintisan di empat kabupaten.
Terkait dengan hal ini, Tanoto Foundation siap menginvestasikan sumber daya senilai lebih dari Rp50 miliar dalam Program PINTAR Penggerak selama 2020-2022.
“Tanoto Foundation bukan CSR karena tidak menggunakan dana operasional perusahaan dan dikelola secara independen dan terpisah dari kegiatan bisnis,” kata dia.
Wartawan masih berupaya menghubungi Sampoerna Foundation untuk memberikan klarifikasi terkait penerimaan dana hibah organisasi penggerak ini. (*/CNN)