SERANG – Aktivis Jaringan Rakyat untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP) berpendapat, gelaran pemilu lokal serentak dimulai tahun 2027 mendatang. Sementara Pemilu nasional tetap menggunakan siklus lima tahunan yang ada sekarang.
Pemilu lokal yang dimaksud adalah pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota, serta pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
JRDP mengungkap tiga skema. Pertama, bagi kepala daerah yang akhir masa jabatannya selesai tahun 2022, maka dilakukan pemilihan pada tahun tersebut. Jumlahnya 101 daerah, yakni daerah yang melaksanakan pilkada tahun 2017. Masa jabatan kepala daerah adalah lima tahun sampai dengan 2027. Di Provinsi Banten, itu artinya akan ada satu pilkada, yakni Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2022.
Kedua, bagi kepala daerah yang akhir masa jabatannya selesai tahun 2023, maka dilakukan pemilihan pada tahun tersebut. Jumlahnya 171 daerah, yakni daerah yang melaksanakan pilkada tahun 2018. Masa jabatan kepala daerah adalah empat tahun sampai dengan 2027. Di Provinsi Banten, itu artinya akan ada empat pilkada, yakni Pilkada Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kabupaten Lebak.
Ketiga, pemilu nasional tahun 2024 masih digelar dengan lima jenis pemilihan. Yakni Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Namun, masa jabatan DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota hanya 3 tahun sampai dengan 2027. Namun, masa jabatan Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, dan DPD RI, tetap lima tahun sampai dengan 2029.
Bagi 270 daerah yang telah menggelar pilkada tahun 2020, maka jabatan kepala daerah selesai tahun 2025, dan kemudian digantikan penjabat kepala daerah selama dua tahun hingga gelaran pemilu lokal tahun 2027.
“Dengan skema ini, maka keserentakan pemilu akan mulai stabil. Pemilu lokal dimulai tahun 2027, sementara pemilu nasional dimulai tahun 2029. Begitu seterusnya, dengan rumusan, pemilu lokal dilaksanakan dua tahun sebelum pemilu nasional,” kata Koordinator JRDP Anang Azhari dalam keterangan tertulisnya, Rabu, (9/2/2021).
Atas itu, JRDP bersepakat dengan sejumlah elemen yang tetap mendukung dilanjutkannya pembahasan RUU Pemilu yang kini sudah berada di Badan Legislasi DPR RI.
“Jika bertahan pada UU Pilkada, dimana pilkada serentak dilakukan tahun 2024, bukan saja berat secara teknis untuk penyelenggara pemilu, tapi juga berdampak terhadap jalannya roda pemerintahan di daerah. Hitungan kami, dibutuhkan 272 penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan kepala daerah yang berakhir tahun 2022 dan 2023,” sambungnya.
Sementara itu, Sekjen JRDP, Iing Ikhwanudin menambahkan, revisi RUU Pemilu menjadi penting karena bukan saja mengatur mengenai keserentakan jadwal pemilu lokal dan nasional, tapi jauh lebih penting adalah mengenai substansi elektoral. Yakni, pembenahan kelembagaan KPU, Bawaslu, DKPP; perbaikan sistem hukum pemilu; hingga penguatan dan penyederhanaan partai politik lewat pilihan sistem pemilu yang hendak diterapkan.
“Sejak bulan Juli 2020 kami mengikuti pembahasan revisi RUU Pemilu oleh Komisi II DPR RI. Hampir 6 bulan lebih pembahasan dengan melibatkan sejumlah pihak. Kini ketika naskah sudah sampai di Baleg, sikap sejumlah parpol malah berubah ingin menarik pembahasan. Wajar jika publik curiga ada tukar guling kepentingan antar parpol yang belum selesai dalam pembahasan RUU Pemilu ini. Kenapa misalkan tidak sejak awal pembahasan di Komisi II saja parpol langsung menolak melanjutkan pembahasan,” pungkas Iing (*/Faqih)