Ada Pungli Korban Tsunami, Direktur RSUD Serang Ngaku Menyesal

SERANG – Plt Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dradjat Prawiranegara, dr. Sri Nurhayatimenyesalkan adanya pungli terhadap keluarga korban atas pemulangan jenazah korban bencana tsunami, yang dilakukan oleh anak buahnya. Ia mengaku terpukul sekali dengan peristiwa itu.

Keterkejutan Sri dikarenakan rumah sakit yang ia pimpin sudah berusaha semaksimal mungkin melayani semua korban tsunami yang datang dan memerlukan pertolongan. Semua pelayanan dilakukan secara gratis sesuai yang diinstruksikan bupati, bahwa kalau kejadian luar biasa (KLB), yang termasuk bencana di dalamnya, tidak dibenarkan ada pungutan.

Namun, ungkap Sri, pihaknya kecolongan dengan praktik pungli ini. Padahal, sistem pembayaran di RSUD sudah dilakukan satu pintu.

“Saya sangat menyesalkan dan terkejut mengetahui peristiwa tersebut, di tengah upaya kami menjalankan amanah Ibu Bupati, untuk melayani semua korban tsunami yang datang dan memerlukan pertolongan. Dan semua pelayanan dilakukan secara gratis. Ternyata, dedikasi kami dinodai oleh anak buah kami sendiri. Terus terang kami sangat sedih dan hancur dalam kasus ini,” kata Sri, terlihat matanya berkaca-kaca seakan mau meneteskan air mata dalam ekspose di Mapolda Banten, Sabtu (29/12).

Direktur RSUD Serang, dr Sri Nurhayati (berkerudung) dalam ekspose kasus pungli RSUD Serang di Mapolda Banten, Sabtu (29/12). (Dok. Arohman Ali)

Diakui Sri, dirinya mengetahui adanya pungli setelah diberitakan sejumlah media. “Dari berita media kita langsung lakukan evaluasi pemeriksaan, menemukan ada beberapa keluarga korban dibebankan biaya. Padahal tidak boleh (ada biaya).” ucapnya.

Mengenai pemakaian ambulans punya pihak ketiga, CV Nauval Zaidan, Sri beralasan bahwa RSUD Serang tidak cukup memiliki ambulans jenazah. “Makanya kami menggunakan pihak ketiga untuk mengantar jenazah. Ambulans lain untuk pasien kami punya,” jelasnya.

Terpisah, Ind Police Watch (IPW) mendesak, semua keluarga korban yang sudah dipungli, uangnya harus segera dikembalikan.

Neta S Pane, Ketua Presidium IPW mengatakan pihak RSUD Serang harus bertanggungjawab. Sebab semua ini terjadi akibat ulah karyawannya yang lepas kontrol.

“Sangatlah ironis, di tengah kesedihan yang mendalam atas musibah kematian akibat tsunami, ternyata masih ada oknum pegawai RSUD Serang yang memanfaatkan situasi, dengan melakukan pungli hingga jutaan rupiah,” ucapnya kepada Tribunpos.com, Sabtu (29/12).

Untunglah kepolisian bekerja cepat menetapkan para tersangka hingga aksi biadab itu bisa dihentikan dan keresahan keluarga korban tidak melebar.

“Tapi, tugas polisi (Polda Banten) belum selesai, karena semua uang keluarga korban yang sudah dipungli, belum dikembalikan RSUD Serang. Polisi harus mendesak pihak rumah sakit untuk secepatnya mengembalikannya,” kata aktivis yang konsen mengkritisi kinerja kepolisian ini.

Badiamin Sinaga salah satu keluarga korban, meminta pihak rumah sakit secepatnya mengembalikan uang pungli biaya pemulangan jenazah keluarganya.

“Kembalikan uang keluarga kami, kami sudah susah dibuat makin susah dengan dipunglu biaya oleh oknum rumah sakit, apalagi pemakaman keluarga kami dimakamkan jauh di kampung, kami butuhkan uang itu kembali,” kata Badiamin, Sabtu (29/12).

Badiamin mendorong Polda Banten untuk terus mengembangkan oknum lain yang terlibat dalam kasus pungutan liar di Rumah Sakit dr Dradjat Prawiranegara tersebut.

Untuk diketahui, Kepolisian Daerah (Polda) Banten akhirnya menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan pungli terhadap keluarga korban tsunami dalam pengurusan jenazah di RSUD Serang, Sabtu (29/12).

Ketiga tersangka, yakni seorang berinisial F (bersatus ASN), dan dua karyawan dari sebuah perusahaan rekanan (swasta), CV Nauval Zaidan (penyedia ambulans sewa) berinisal I dan B.

Ketiganya, dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dan diancam dengan pidana 20 tahun atau paling singkat selama 4 tahun. Serta denda sebesar Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. (*/Tribunpos)

Pungli
Comments (0)
Add Comment