SERANG – Banyaknya korban meninggal saat perhitungan suara di Pemilu tahun 2019, membuat KPU merancang model perhitungan suara di Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menjadi dua panel.
Model tersebut dirancang KPU untuk mencegah adanya korban yang gugur saat perhitungan Pemilu di tahun 2024 mendatang.
Model rancangan tersebut mendapatkan respon dari Akademisi Guru Besar Untirta Suwaib Amiruddin, menurutnya perhitungan dua panel memiliki potensi kecurangan dalam perhitungan suara.
“Bisa jadi nanti ada potensi kecurangan, karena saksi pasti akan kurang, khawatirnya saksi dimaksimalkan di Pileg, tapi di Pilpres tidak ada saksi, lebih bagus kalau satu satu, satu orang yang datang bisa menyaksikan perhitungan Pilpres pada sesi pertama pada perhitungannya, sesi kedua perhitungan Pileg,” ucap Suwaib Amiruddin kepada faktabanten, Senin (31/7/2023).
Selanjutnya, Suwaib menjelaskan untuk mengantisipasi jatuhnya korban saat perhitungan, perlu adanya penambahan petugas dalam pemungutan suara di KPPS.
“Kalaupun misalnya ada kekurangan tenaga, itu ditambah tenaganya, saya kira tenaga lebih bagus ditambah dari pada harus melakukan perhitungan secara bersamaan, kan bingung nantinya, misalkan tenaga sesi pertama 8 jam, tenaga sesi kedua 8 jam, lebih bagus anggarannya ada ditambah tenaga, ” tambahnya.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan agar masyarakat mengetahui perhitungan secara langsung dan terbuka.
“Akan tetapi lebih bagus kalau perhitungan dihitung satu satu,supaya masyarakat mengetahui secara detail perhitungannya, kalau misal keduanya khawatir acak-acakan tidak terstruktur dengan baik, apalagi pemilu sekarang ini pemilu yang dibuat dengan bergembira, karenakan tidak terlalu berat,” ucapnya.
“Mengembalikan sistim perhitungan suara yang sudah berjalan selama ini, karena khawatirnya kalau ada budaya baru lagi yang dibangun dalam perhitungan suara, nanti masyarakat akan protes, masyarakat akan tidak puas, merasa tidak menerima hasil,” pungkasnya. (*/Fachrul)