SERANG – Ratusan masyarakat Padarincang yang tergabung dalam Syarekat Perjuangan Rakyat (SAPAR) bersama Mahasiswa Banten menggelar istighosah sebagai bentuk penolakan terhadap proyek PLTPB (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) atau geothermal, Senin (26/8/2019), bertempat di akses masuk proyek geothermal, Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang.
Salah seorang masyarakat Padarincang, Apipudin mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya agar izin proyek geothermal di wilayah Padarincang segera dicabut.
“Aksi kami dari masyarakat Padarincang yang tergabung dalam SAPAR bersama mahasiswa, bertujuan untuk bagaimana eksplorasi PLTPB di Padarincang segera di cabut,” tegas Apip kepada awak media di tengah-tengah aksi.
Apip meminta agar pihak-pihak yang terlibat dalam proyek Geothermal untuk tidak berlaku semena-mena baik kepada masyarakat Padarincang ataupun ekosistem alam di Padarincang.
“Tolonglah jangan semena-mena, ini (PLTPB) kalau tetap dibangun akan merusak alam yang ada di Padarincang,” tuturnya.
Hal senada turut disampaikan salah satu masyarakat Padarincang lainnya, Ibas, yang menegaskan bahwa masyarakat Padarincang sangat menolak proyek pembangunan geothermal di wilayah Padarincang. Menurutnya, hal tersebut akan berdampak negatif terhadap masyarakat dan kondisi alam di wilayah Padarincang.
“Kami sebagai masyarakat Padarincang sangat menolak proyek geothermal. Karena dampak yang dirasakan oleh masyarakat. Menurut kami, pembangunan ini tidak ramah terhadap alam di lingkungan Padarincang,” ujarnya.
Pun begitu yang disampaikan masyarakat Padarincang lainnya, H. Do’if, yang menuturkan bahwa apa yang dilakukan pihaknya merupakan bentuk menyamakan aspirasi dari masyarakat Padarincang. Dikatakan H. Do’if bahwa pihaknya akan tetap melakukan upaya-upaya penolakan terhadap proyek geothermal yang saat ini kembali beraktifitas sebagai bentuk tanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan.
“Menjaga kelestarian alam adalah tanggungjawab bersama. Dan kami berkumpul untuk memutihkan hati oejabat, pengusaha dan hati masyarakat bahwa ini adalah tanggungjawab kita adalah milik kita. Kita harus jaga dan harus kita pertahankan kelestariannya,” paparnya.
Diterangkan H. Do’if, bahwa Kecamatan Padarincang merupakan daerah agraris yang mayoritas masyarakatnya adalah petani. Ia pun mengaku apa yang dilakukan pihaknya bukan berarti anti terhadap pembangunan tapi lebih kepada menginginkan pembangunan yang lebih ramah terhadap semua komponen yang ada di Padarincang.
“Karena kita hidup dari alam dan berkehidupan dari alam. Padarincang adalah daerah agraris, bukan industri,” ujarnya.
“Kami tidak anti pembangunan, tapi kami menanti pembangunan yang ramah lingkungan, ramah sosial, budaya dan agama,” tambahnya. (*/Qih)