Koalisi Parpol Perubahan Kabupaten Serang Jatuh Ke Pangkuan Petahana, Ini Kata Pengamat

SERANG – Sebelumnya sempat mencuat beberapa partai politik membuat koalisi perubahan Kabupaten Serang yang adil dan makmur. Koalisi itu digagas oleh empat partai, diantaranya DPD PAN Provinsi Banten, DPW PKS Provinsi Banten, DPW Partai Berkarya, dan DPD Partai Hanura Provinsi Banten.

Inisiator koalisi itu dibentuk di salah satu tempat makan yang ada di Kabupaten Serang pada Selasa, 18 Februari 2020 lalu.

Koalisi tersebut dibentuk semangatnya untuk menyuguhkan nuansa perubahan di Kabupaten Serang sesaat menjelang Pilkada 2020. Namun, niat baik itu tak sejalan dengan fakta kondisi yang terjadi saat ini.

Pasalnya, keempat partai yang di awal diduga dibentuk untuk melawan kandidat petahana itu justru berbalik arah. Karena saat ini masing-masing DPP partai tersebut memberikan rekomendasi kepada Ratu Tatu Chasanah dan Pandji Tirtayasa selaku bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Serang 2020-2025.

Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Gandung Ismanto, menyebut jika fenomena tersebut bukan saja terjadi di tingkat lokal, namun juga nasional.

Secara nasional bahkan kata dia, terjadi titik balik, di mana demokratisasi mengalami kemunduran akibat menguatnya oligarki di pusat maupun daerah, termasuk dalam tubuh partai-partai politik.

“Karenanya, koalisi perubahan untuk masyarakat serang yang ‘layu sebelum berkembang’ dapat dilihat sebagai efek dari kuatnya praktik oligarki tersebut,” ujar Gandung saat dikonfirmasi Fakta Banten, Kamis (13/8/2020).

Di lain hal, berdasarkan hasil riset dia, menguatnya oligarki terjadi karena penguasaan atas sumberdaya ekonomi oleh elite setempat, termasuk dalam hal ini adalah penguasaan sumberdaya negara oleh petahana.

“Hal ini tentu berdampak pada munculnya pragmatisme politik di kalangan elite parpol, karena telah merasa kalah sebelum berperang sehingga enggan menjadi lawan atau opisisi karena dianggap sia-sia dan membutuhkan biaya besar. Karenanya, dapat dipahami bila mereka lebih memilih merapat ke kekuasaan ketimbang menjadi oposisi,” jelasnya.

“Nah, saya haqul yakin, inilah yang terjadi di Kabupaten Serang, baik dengan dua alasan di atas, maupun mungkin dengan alasan tambahan yang akhir-akhir ini banyak terjadi di berbagai Pilkada, yaitu adanya transaksi politik antar elite, berupa jual beli perahu atau dukungan partai politik,” sambung Gandung.

Hal senada dikatakan Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada. Ia juga menyebut koalisi Parpol Kabupaten Serang yang sempat digagas dulu itu nampak jelas hanya untuk meningkatkan nilai bergaining saja, lantaran berujung hanya untuk kepentingan pragmatis.

“Ini menandakan bahwa parpol itu menafikkan tanggung jawab moral atas sikap mereka di awal. Mereka paling akan berdalih ‘namanya politik itu dinamis’. Padahal argumentasi awalnya sangat rasional. Tapi rasionalitas itu runtuh,” ujar Uday.

Bagi pemilih rasional lanjutnya, masyarakat tidak akan terpengaruh oleh koalisi Parpol. Sebab dalam Pilkada, faktor utamanya adalah sosok figur yang tampil, seperti di berbagai ajang Pilkada itu koalisi gemuk bukan jaminan kemenangan.

“Sebenarnya ajang Pilkada Kabupaten Serang kali ini merupakan kesempatan besar bagi challanger. Sebab kemungkinan akan head to head,” pungkasnya. (*/JL)

Kabupaten SerangKoalisi PerubahanPengamat PolitikPilkada Kabupaten SerangPilkada Kabupaten Serang 2020
Comments (0)
Add Comment