Mahasiswa Sebut Legalisasi Tempat Hiburan Malam di Kota Serang Tabrak Aturan dan Nilai Budaya Lokal

SERANG – Rencana legalisasi Tempat Hiburan Malam (THM) di Kota Serang melalui revisi Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2019, dinilai menabrak sejumlah aturan dan melanggar nilai budaya lokal.

Kabid Kebijakan Publik Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Serang, Heryanto mengungkapkan, revisi Perda mengenai Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan (PUK), bertentangan dengan aturan lainnya.

“Berbagai alasan yang telah disampaikan ke publik juga memperlihatkan lemahnya urgensi atas revisi perda ini. Alasan-alasan yang disampaikan Pemkot Serang mulai dari penutupan celah penyalahgunaan izin, penegasan sanksi, hingga menaikan PAD sangat tidak relevan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/8/2025).

Ia menjelaskan, penyalahgunaan izin usaha yang dikatakan pihak Pemkot Serang, kerap terjadi sebetulnya merupakan masalah pengawasan dan penegakan hukum, bukan kelemahan substansi Perda.

“Jika pemerintah memiliki perangkat pengawasan yang kuat dan berani menindak pelanggaran yang ada, regulasi yang sekarang pun seharusnya bisa berjalan efektif tanpa perlu revisi,” jelasnya.

Meskipun THM dan penjualan alkohol di legalkan di hotel-hotel, kata dia, potensi penyalahgunaan izin Cafe dan Restoran akan tetap terjadi, karena reformasi pengawasan yang tidak dilakukan.

Padahal dalam Perda tersebut telah menegaskan di Pasal 59 Ayat 2, bahwa sanksi bagi pengusaha yang melanggar ketentuan-ketentuan bisa dilakukan pembekuan hingga pencabutan izin usaha.

Mengenai alasan revisi Perda PUK untuk menaikan PAD, ujarnya, hingga saat ini belum ada kajian signifikan yang disampaikan oleh Pemkot Serang mengenai potensi penambahannya.

“Apakah benar menaikan PAD atau justru menambah beban APBD yang disebabkan oleh kerusakan sosial masyarakat yang akan datang,” kata dia.

Terkait aturan, legalisasi THM jelas akan bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan, baik yang diatur dalam Undang-undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009, maupun di dalam Perda itu sendiri.

Dalam Perda PUK, secara jelas berbunyi Kepariwisataan diselenggarakan dengan Prinsip: Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya

“Sehingga revisi yang akan dilakukan berpotensi akan dibatalkan oleh gubernur atau mendagri, pun jika tetap lolos dari penilaian inkonsistensi, perda dapat diuji secara materiil di Mahkamah Agung,” paparnya.

Legalisasi THM juga akan menabrak Perda lainnya, yakni Perda Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat.

Dalam perda tersebut menjelaskan bahwa perbuatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang tidak menyenangkan atau meresahkan masyarakat berupa perbuatan yang tak sesuai dengan nilai-nilai atau aturan agama, adat istiadat, dan tata krama kesopanan.

Perbuatan ini tergolong ke dalam penyakit masyarakat yang dapat membawa dampak buruk terhadap lingkungan sosial.

“Dengan hal ini tentu kita harus mencoba untuk melakukan pencegahan dan menanggulangi segala upaya dan usaha yang bisa menyebabkan dan menimbulkan keadaan yang membawa kerusakan norma agama dan norma sosial budaya yang sudah ada pada masyarakat Kota Serang,” kata dia.

Terakhir, ia menuntut agar Pemkot Serang membatalkan revisi Perda No. 11 Tahun 2019 yang tidak menjunjung norma agama dan moral sosial kultural di Kota Serang.

Menghimbau kepada Pimpinan DPRD Kota Serang dan Bapemperda untuk tidak menerima usulan perubahan perda tersebut.

“Jika tetap dilanjutkan, KAMMI akan mengajak elemen masyarakat lainnya untuk melakukan aksi massa menolak revisi tersebut,” tutupnya. (*/Ajo)

Kammi daerah serangKota SerangPemkot SerangTempat Hiburan MalamTempat Hiburan Malam (THM)
Comments (0)
Add Comment