Pengamat: Banten Sulit Maju, Jika Pilkada Masih Dikendalikan Segelintir Elit

JAKARTA – Perhelatan Pilkada Serentak 2020 yang akan digelar di 4 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten yang meliputi Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan, turut mendapat perhatian dari pengamat politik nasional, Gungun Heryanto.

Saat ditemui di kediamannya di Jakarta, Gungun menerangkan bahwa kontestasi Pilkada Serentak 2020 merupakan proses transformasi kesejarahan yang mesti dipahami secara menyeluruh.

Menurutnya, kondisi masyarakat saat ini masih belum optimal dalam menginterpretasikan kontestasi politik secara mendalam. Namun, bukan berarti kondisi masyarakat seperti itu tidak bisa diarahkan pada peningkatan kapasitas secara berdaya.

Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta itu pun memberikan pandangannya terkait ciri masyarakat yang berdaya dalam konteks Pilkada.

Hal pertama disampaikan Gungun adalah, bagaimana masyarakat dapat memilah dan memilih pemimpin dalam kontestasi Pilkada.

“Jika sosok pemimpin yang turut serta dalam kontestasi Pilkada didorong oleh kekuatan finansial, maka sudah pasti yang terpilih bukan yang terbaik. Yang terpilih adalah mereka yang bisa membeli pemilih,” ucapnya saat berbincang bersama faktabanten.co.id, Rabu (4/9/2019) lalu.

Pilkada yang penuh manipulasi dan politik uang, akan menjadi pintu masuk korupsi.

“Dengan demikian hal tersebut akan menjadi cikal bakal dari proses korupsi yang sifatnya masif. Itu yang disebut dengan demokrasi kolusif, kalau bahasanya dance letter,” imbuhnya.

Selanjutnya hal kedua, diterangkan Gungun, bahwa sistem dan perangkat seperti penyelenggara Pemilu baik Gakkumdu, KPU dan Bawaslu turut berperan dalam peningkatan kapasitas masyarakat berdaya.

“Kualitas penyelenggaraan akan menetukan kualifikasi dalam rangka menjaga Pilkada sesuai dengan aturan dan idealitas,” ujarnya.

Dijelaskan Gungun, bahwa akan menjadi persoalan serius jika tidak ada kemampuan pihak penyelenggara dalam menjaga kualitas demokrasi yang sebenarnya. Pasalnya, hal tersebut akan berimplikasi pada lemahnya pertahanan penyelenggaraan.

“Apalagi kalau kemudian si penyelenggara bertransaksi dengan orang yang punya kepentingan politik di Pilkada, contohnya kandidat,” tukasnya.

Hal ketiga, disebutkan Gungun, adalah political centrality (politik terpusat-red) yang ada di partai politik dalam memenangkan para kandidat yang sangat menentukan dalam keberlangsungan kontestasi pilkada.

“Jadi, bagaimanapun kan partai yang mengusung, meskipun ada kandidat independen dibolehkan, tapi sangat kecil jumlah persentase kandidat independen yang menang,” ungkapnya.

“Dalam mekanisme seleksi, menurut saya, jangan hanya semata-mata dari perspektif elit, artinya like or dislike atau mahar politik,” tambahnya.

Lebih lanjut, dikatakan Gungun, bahwa dalam menentukan kandidat yang maju dalam kontestasi, partai politik seharusnya memiliki komitmen bersama dalam memunculkan figur kandidat yang memang benar-benar bisa membawa perubahan bagi kemajuan daerah.

“Terkesan normatif, tetapi mungkin kebutuhan demokrasi ada di situ,” ujarnya.

Lebih jauh Gungun menilai bahwa pada empat daerah di Provinsi Banten yang akan menggelar Pilkada 2020 mendatang, selalu ada mental blocking yang pertarungannya terletak pada idealitas dan realitas politik yang kemenangannya masih ditentukan oleh patron-klien.

“Pandeglang kah atau manakah daerah yang berpilkada besok (2020 -red) itu tidak akan menang kalau tidak ada patron klien. Misalnya, patronnya pada keluarga X, Y, Z atau investor politik, ya selamanya Banten tidak akan pernah bisa maju,” bebernya.

“Proses kemajuan tidak akan bisa dirasakan oleh khalayak luas jika terjadi oligarkis, hanya dinikmati oleh segelintir orang, dan proses itu menurut saya memang jadi persoalan serius di Banten,” imbuhnya.

Penulis buku “10 Tokoh Transformatif Indonesia” itu pun mengungkapkan bahwa indeks kerawanan Pilkada dan kerawanan Pemilu berdasarkan rilisan Bawaslu, menunjukkan bahwa Provinsi Banten berada dalam kategor merah.

“Itu menjadi signal kuat, bahwa perubahan sulit direalisasikan, jika kemudian proses demokratisasinya sudah dikendalikan segelintir orang,” bebernya.

Kendati, ucap Gungun, bahwa perubahan bisa dilakukan dari tingkat bawah saat masyarakat menentukan hak pilihnya di TPS. Tapi, ditegaskan Gungun bahwa tingkat atas atau elit dengan kekuatan modalnya dinilai masih mampu menentukan hasilnya.

“Yang punya modal ya tentu akan mendorong orang-orang yang menjadi keluarga atau kliennya,” tandasnya. (*/Qih)

Gungun HeryantoPilkada Serentak
Comments (0)
Add Comment