SERANG – Kuasa Hukum Leo Handoko, Dolfei Rompas menyoroti saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Budi Atmoko dalam sidang lanjutan terkait kasus kisruh Komisaris dan Direksi PT Kahayan Karyacon di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Selasa, (16/2/2021).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Erwantoni didampingi Hakim Anggota Diah Tri Lestari dan Ali Mudirat.
Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Budi Atmoko, dan Kuasa Hukum Terdakwa Endang Sri Fhayanti dan Dolfie Rompas.
Dalam sidang terdakwa Leo Handoko selaku Direktur PT Kahayan Karyacon, JPU menghadirkan empat orang saksi dalam persidangan ini.
Empat saksi itu, diantaranya Niko, Mimihetty Layani, Cristeven Margonoto, Paulus.
Kuasa hukum terdakwa, Dolfie Rompas mengatakan, bahwa JPU menghadirkan empat saksi
“Untuk saksi pertama, saudara Niko kami keberatan. Itu kok kuasa hukum memberikan kesaksian. Padahal hanya mendengarkan. Kami keberatan, karena saksi itu yang mendengarkan, melihat dan yang mendengarkan langsung,” pungkasnya.
Menurut Dolfie, saksi yang pertama merupakan kuasa hukum pelapor.
“Dia hanya mendengar dari pemberi kuasa,” ujarnya.
Dolfie juga mengatakan, banyak keterangan-keterangan saksi merupakan kewenangan Undang-Undang (UU) Perseroan (PT) yakni KUH Perdata. Sementara, dalam dakwaan JPU terkait pemalsuan dokumen dan atau memasukan data palsu (Pasal 263 dan 266 KUHP – red) dan tuduhan penipuan (Pasal 378 KUHP – red).
“Masalah kerugian itu kan harus dilakukan RUPS dulu. Bagaimana bisa mengkategorikan itu kalau laporan keuangan aja belum ada. RUPS juga belum ada. Harusnya kan ini tidak bisa dikategorikan tindak pidana. Ini kan perusahaan,” jelasnya.
Dolfie menegaskan, permasalahan tersebut harusnya mengacu pada UU PT.
“Bagaimana ini bisa dikatakan kerugian, kalau RUPS saja tidak ada. Terlebih perusahaan masih berjalan sampe sekarang,” tegasnya.
Dolfie menambahkan, ada keterangan dari saksi bahwa di dalam akta jelas tertulis menghadap di hadapan Notaris, tetapi saksi sendiri mengatakan dia tidak datang.
“Pelapor selaku Komisaris, pemegang saham, pada waktu pendirian, pada waktu penandatanganan pendirian, pada tahun 2012, dalam akta tersebut jelas para pemohon datang menghadap notaris, yang bersangkutan namanya ada tertulis menghadap, para pemohon itu datang ke Notaris. Tetapi dalam kesaksian tadi beliau mengatakan dia tidak datang. Ini kan aneh,” tutupnya.
Seperti diketahui, PT Kahayan Karyacon yang didirikan pada tahun 2012 merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi bata ringan (hebel).
Dalam perjalanannya, perusahaan yang berlokasi di Jawilan, Cikande, Kabupaten Serang, Banten, didera konflik internal.
Dalam kisruh yang terjadi, Komisaris Utama PT Kahayan Karyacon, Mimihetty Layani melalui kuasa hukumnya yang bernama Niko melayangkan Laporan Polisi (LP) terhadap salah satu Direktur PT Kahayan Karyacon ke Bareskrim Polri.
Leo Handoko, salah satu Direktur PT. Kahayan Karyacon dianggap melakukan pemalsuan dokumen dan memberikan keterangan palsu ke dalam bukti otentik (Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP) ke bukti otentik dalam akta No. 17 tanggal 24 Januari 2018, tentang pengangkatan kembali Organ Perseroan Terbatas (PT) yang dibuat oleh Leo Handoko.
Padahal, dalam pembuatan seluruh akta perusahaan, dari awal tidak pernah dihadiri oleh para Dewan Komisaris dan Direksi.
Selain itu, pembuatan akta dihadapan Notaris juga tidak pernah dihadiri oleh Komisaris dan disertai Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). (*/Red)