Warga Jawilan Protes, Pabrik yang Pernah “Divonis” Lakukan Pencemaran Kembali Beroperasi

SERANG – Puluhan warga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Lingkungan (MPL) menggelar aksi demonstrasi di depan PT Wahana Pamunah Limbah Industri (WPLI), Selasa (5/12/2017)

Warga menuntut perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya beracun (B3) cair dan padat itu agar segera ditutup, karena dinilai menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan warga.

PT Wahana Pamunah Limbah Industri (WPLI) sendiri berlokasi di Kampung Cibuntu, Desa Parakan, Kecamatan Jawilan.

Muhamad Suwaib Rifai, Koordinator Lapangan (Korlap) MPL, mendesak agar WPLI segera ditutup karena sudah menyebarkan penyakit bagi masyarakat.

“Mungkin kalau masalah tutup entah dilakukan oleh Polsek atau kami. Adapun masalah kepolisian Resort Serang tidak bisa mengambil keputusan terkait masalah penggembokan, maka kami memaksa akan menggembok pintu gerbang perusahaan. Sesuai tekad kami bahwa tidak ada kompromi sesuai putusan mutlak MPL,” ujarnya ditemui di lokasi.

Suwaib menambahkan, limbah yang berasal dari perusahaan merupakan limbah B3, dan telah menyebabkan sejumlah warga mengalami penyakit kulit seperti budugan (korengan dan gatal-gatal).

Menurutnya, limbah dari perusahaan tersebut sudah menjadi masalah sejak bertahun-tahun lalu. Tidak sedikit warga yang terdampak dan mengalami penyakit kulit.

“Bahkan PN Serang juga sudah memutuskan bahwa WPLI bersalah. Kalau mau lihat bukti kami ada kok. Yang kena dampak mungkin sekitar 220 orang. Kami sebagai korban dan sebagai pelapor sampai saat ini belum mendapatkan titik temu. Padahal perusahaan sudah jelas bersalah kenapa malah dibuka lagi?” tanyanya.

Selain itu, ujar dia lagi, limbah dari perusahaan tidak hanya berupa cairan, tetapi juga berupa pencemaran udara. Sebab setiap malam cerobong pabrik selalu mengepulkan asap hitam.

“Artinya cukuplah mengenai limbah padat itu banyak saksi dari warga bahwa limbah ini benar-benar sangat berbahaya,” katanya.

Dengan semua dampak tersebut, pihaknya secara tegas meminta agar perusahaan tersebut ditutup secepatnya. Pihaknya akan memberikan waktu maksimal 1X24 jam untuk penutupan perusahaan tersebut.

“Kalau (pabrik) yang baru, baru sekitar 3-4 bulanan dibuka. Awalnya sih PT WPLI berbicara masalah Kampung Tenang Jaya (kampung yang sejumlah warganya mengalami penyakit kulit) tapi WPLI terbukti menghasilkan limbah B3. Artinya tidak ada izin,” tuturnya.

Sementara itu Humas PT WPLI Anas Mathofany, mengklaim jika perusahaan akan berjalan sesuai dengan aturan dan per-Undang undangan.

Diakuinya, perusahaan tidak akan berbuat sewenang-wenang, dan menimbulkan pencemaran seperti yang dituduhkan oleh massa aksi.

“WPLI ini mau jalan semua ada aturannya ada izinnya dan lain-lain,” ujarnya.

Selain itu, ujar Anas, pabrik saat ini masih belum berproduksi penuh. Pihaknya mempertanyakan limbah mana yang dikeluhkan oleh massa aksi. Sebab, jika berbicara tentang limbah pabrik yang dulu, saat ini perkaranya sudah diputuskan oleh pengadilan.

Walau demikian, menurut dia, demo atau pun unjuk rasa merupakan hak semua warga negara. Oleh karena pihaknya mempersilakan siapa pun untuk menyampaikan aspirasi.

Hanya saja, warga sebagai putra daerah, menurut dia, jangan sampai melakukan aksi yang merusak investasi di Banten terlebih sampai ada rencana untuk melakukan penggembokan.

“Kalau mau menegakkan hukum serahkan semuanya pada penegak hukum. Kalau mau melakukan penggembokan dasarnya apa? Kalau ada, secara hukum, harus penegak hukum yang melakukan penggembokan. Kalau kami dari pihak WPLI akan melaksanakan usaha ini sesuai aturan yang berlaku di Indonesia,” tuturnya.

Untuk diketahui, sebelumnya PT WPLI pernah tersangkut kasus hukum karena pencemaran limbah dan terbukti bersalah. Perusahaan ini pun akhirnya ditutup pada Mei 2015. Namun diketahui pada September 2017, pabrik baru kembali dibuka di bawah bendera perusahaan yang sama. (*/David)

Masyarakat Peduli LingkunganPT WPLI
Comments (0)
Add Comment