CILEGON – Akhir-akhir ini banyak proyek pembangunan jalan berupa Peningkatan Struktur Jalan (Rigid Pavement) oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Cilegon, terutama di kawasan perbatasan antara Kecamatan Cilegon dan Kecamatan Jombang, yang dikerjakan dalam lokasi yang berdekatan dan waktu bersamaan.
Diketahui, diantara beberapa proyek jalan yang bahkan tersambung tersebut, yakni Jalan Pangeran Antasari, Jalan Achmad Dahlan, Jalan Keliling Pasar Blok F dan Jalan H. Umar.
Karena pengerjaan yang bersamaan ini, menyebabkan proyek Jalan H. Umar yang terpantau sekitar satu minggu sudah selesai pekerjaan pemadatan lahan bahu jalan, hingga kini belum juga kunjung dilakukan cor Learn Concrit (LC), karena akses jalan yang tertutup oleh pekerjaan proyek lainnya.
Selain itu, kemacetan lalu lintas juga sering terlihat di lokasi proyek karena jalur lainnya juga sedang ada pekerjaan.
Ketua Cilegon Crisis Center, Yayan Haryandi, ketika dimintai tanggapan terkait hal tersebut menilai, bahwa Dinas PUPR Kota Cilegon selaku pemberi pekerjaan memiliki konsep perencanaan yang buruk.
“Kalau jalan yang saling terhubung proyeknya dikerjakan dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan oleh kontraktor yang berbeda, tentu harus ada yang dikorbankan atau tertunda, karena terkendala akses jalan. Dan harus giliran dalam waktu yang lumayan lama. Ini adalah cermin buruknya perencanaan proyek dari PU Cilegon,” terang pria yang akrab disapa Kang Yayan ini kepada faktabanten.co.id, Kamis (9/8/2018) malam.
Selain itu, Ia menuturkan bahwa efek dari rencana pembangunan yang buruk tersebut mengakibatkan aktivitas warga terganggu.
“Dan kalau kontraktor yang dirugikan waktu, bisa menuntut addendum kepada PU. Tapi kan yang kasihan masyarakat pengguna jalan. Adanya penutupan separuh jalan pasti bikin macet, itu wajar. Tapi konsekuensi yang kurang wajar ketika lewat jalan ini ditutup total, mau lewat jalan sana juga sama, kan kasihan,” imbuhnya.
Dengan buruknya perencanaan ini, salah satu mandor proyek yang enggan disebut namanya, juga mengeluh, karena pihaknya harus antri saat order ke batching plant, ketika akan mengerjakan pengecoran rigid.
“Ini mau rigid kang, cuma antri, plant padat order. Kita dapat giliran jam 12 malam,” keluhnya.
Selain itu, buruknya perencanaan Dinas PUPR dalam proyek Peningkatan Struktur Jalan ini karena tidak dibangunnya drainase pada kedua sisi jalan. Seperti diungkapkan oleh salah satu kontraktor yang enggan disebut namanya.
“Idealnya sebuah jalan ya ada saluran airnya, biar tidak menggenang di jalan dan bikin cepat rusak jalan. Kalau proyek ini kan bikin peningkatan jalan, dan tidak ada drainase, paling airnya masuk ke rumah warga yang levelnya lebih rendah,” jelasnya.
“Mentang-mentang lagi ada anggaran besar, proyek banyak buru-buru dikerjakan tanpa ada drainase. Pakai konsep dong, buat perencanaan yang matang dong. Jangan asal bangun saja,” tegasnya. (*/Ilung)
[socialpoll id=”2513964″]