Sering “Nyinyir” dan Reaktif di Medsos, Politisi Cilegon Dinilai Kurang Dewasa

CILEGON – Ramainya para politisi yang menyikapi Undangan Pengajian Lurah Pabean Hidayatullah, sehingga menjadi viral di media sosial, disoroti secara serius oleh kalangan Aktivis Cilegon, yang mengkritisi kedewasaan dan rendahnya kualitas ilmu bahasa dari para politisi tersebut.

Seperti diketahui sebelumnya, dalam undangan khusus yang ditujukan kepada dua pihak yakni Majelis Dzikir Nurul Hikmah dan kubu politisi Reno Yanuar dari PDIP. Adanya kata tertulis “Walikota #RY” didalamnya. Sepertinya hal inilah yang ramai jadi pembahasan di kalangan para politisi di Cilegon, khususnya para politisi pendukung Walikota Cilegon Tb Iman Ariyadi.

Lurah Pabean sendiri sebenarnya sudah mengklarifikasi hal tersebut, bahwasanya undangan tersebut bersifat khusus dan kata ‘Walikota’ dalam undangan itu hanyalah istilah untuk Pembina Majelis Dzikir yang dipelopori oleh pimpinan Majelis, Ustadz Misja Arifin.

Namun, sikap dari para politisi yang menyikapi undangan tersebut dianggap kurang dewasa. Hal ini diungkapkan oleh Malik Ibrohim, Komandan Ormas PETA BAJA (Pembela Tanah Air Banten Jaya) Kota Cilegon.

“Masa politisi begitu saja kok sensitif, dengan sikap ‘reaktif’nya tersebut jelas menunjukan kurang kedewasaannya. Masa hal sepele saja diungkapkan secara vulgar dan menjadi konsumsi publik di Medsos Facebook,” ungkap Malik, kepada Fakta Banten, Selasa (22/8/2017) pagi.

Lebih lanjut, selain soal kedewasaan, Malik juga mengkritisi soal kualitas ilmu makna bahasa atau epistemilogi dari politisi tersebut, yang dalam khasanah Islam disebut ilmu Balaghoh.

“Undangan itukan acara pribadi, ditujukan khusus hanya pada yang diundang, bukan acara atau agenda resmi kelurahan. Harusnya politisi juga bisa menguasai ilmu epistemilogi atau balaghoh. Supaya dalam memaknai kata atau kalimat tidak secara linier dan tekstual saja. Segala sesuatu itu ada konteksnya,” ungkap Malik.

Ilmu ini seharusnya wajib dikuasai oleh politisi, yang secara profesi karier bisa mengantarkannya menduduki jabatan didalam pemerintahan untuk kebutuhan berdiplomasi.

“Bayangkan saja kalau pejabat tidak bisa diplomasi? Inimah jangankan berdiplomasi, mencerna kata saja sampai segitunya,” tegas Malik.

Diakhir wawancara Malik berharap hal ini tidak sampai terulang lagi karena bisa menjadi pendidikan politik yang tidak baik bagi masyarakat Cilegon.

“Tentu saja sikap ‘ledekan dan sindiran’ di Facebook itu menjadi pendidikan politik yang tidak baik bagi masyarakat Cilegon, mungkin seharusnya bila secara haluan politik sama dan secara pribadi mengenal baik, tabayyun lah, ditemui, ditanyakan atau ditegur baik-baik, kan bijaksana, itu namanya dewasa,” pungkasnya. (*)

 

Honda